Mardiyah Khairun Nisak (Mahasiswa Administrasi Publik FISIP Universitas Andalas)
Pada dasarnya Program Makan Bergizi Gratis(MBG) adalah tindakan kebijakan pulik berskala besar yang menggabungkan aspek-aspek mulai dari aspek kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Namun besarnya skala program mencakup sekitar 82 juta penerima manfaat, lebih dari 436–439 ribu satuan pendidikan, dan hampir 48 ribu dapur layanan. Hal ini menuntut perlunya sistem distribusi nasional yang terkoordinasi dan juga fleksibel. Namun kompleksitas dari program ini juga menempatkannya dalam potensi risiko yang beragam.
Kegagalan logistik, buruknya kualitas pangan, penyimpangan anggaran, dan kesalahan tata kelola serta kemungkinan potensi konflik koordinasi antar Lembaga. Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2023 menetapkan bahwa semua program prioritas nasional harus menerapkan Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN). Sebagai kegiatan yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan entitas MRPN yakni kementerian negara, Lembaga, pemerintah daerah, pemerintah desa, badan usaha, dan juga badan-badan lainnnya.
Tiap entitas MRPN mempunyai tanggung jawab utama dalam mengelola risiko pada program yang sifatnya lintas sektor seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Oleh karena itu Lembaga pelaksana seperti Badan Gizi Nasional (BGN) memiliki kewajiban untuk menjalankan manajemen risiko yang tidak hanya administratif tetapi juga menyeluruh dan berbasis ilmiah.
Dalam kerangka Manajemen risiko Pembangunan Nasional, kerangka risiko tidak hanya dimaknai sebagai ancaman saja, tetapi juga sebagai peluang yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat hasil program. Analisis risiko harus diintegrasikan mulai dari tahap perencanaan.
Prinsip MRPN mengharuskan pemerintah untuk menjelaskan konteks risiko, indicator mengukur risiko dan memastikan bahwa semua Lembaga yang terlibat memahami posisi dan tanggung jawab yang diemban, maka strategi pun harus mempertimbangkan bukan hanya tantangan saja tetapi peluang yang dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan keberlangsungan program. Studi yang dilakukan oleh Muchlis dkk. (2025) menganalisis tentang “Risk Assessment and Stakeholder Analysis of the Free Nutritious Meals Program (MBG)” menyimpulkan bahwa MBG mengandung risiko di berbagai titik: keamanan pangan, transparansi pengadaan, kesiapan logistik, koordinasi lintas Lembaga dan akuntabilitas sekolah.
Bahwa pola risiko MBG tidak dapat ditangani hanya oleh satu Lembaga pusat. Dilihat dari mekanisme koordinasinya, program gizi berskala besar selalu membutuhkan mekanisme kolaborasi yang formal seperti SOP yang disepakati bersama, dan sistem informasi yang terpadu.
Ketika membandingkan temuan ini dengan kondisi lapangan MBG yang dilaporkan oleh media dan studi evaluasi awal, terlihat bahwa MBG secara resmi masih dalam tahap transisi. Mekanisme pengawasan pangan sekolah, misalnya, masih sangat bergantung pada sumber daya lokal dan belum sepenuhnya berbasis data.

















