“Regulasi penghapusan BPHTB dan PBG ini adalah payung hukum yang sangat kita butuhkan untuk mempercepat realisasi Program Strategis Nasional (PSN) 3 juta rumah,” jelas Marta Minanda. “Dengan nol biaya administrasi, kami optimis proses perizinan dan kepemilikan menjadi jauh lebih cepat. Ini bukan hanya membebaskan MBR dari biaya yang memberatkan, tetapi juga menjadi sinyal kuat bagi pengembang untuk berinvestasi lebih aman di Payakumbuh karena proses birokrasi yang dipangkas,” tambahnya.
Pola pendanaan yang berlapis ini memperlihatkan bahwa percepatan pembangunan perumahan tidak hanya bertumpu pada APBD, tetapi pada sinergi berbagai sektor.
Program Nasional 3 Juta Rumah menargetkan pembangunan 2 juta unit rumah di perdesaan dan 1 juta unit di perkotaan. Sebagai kota yang terus berkembang, Payakumbuh memfokuskan kontribusinya pada target rumah perkotaan tersebut.
Zulmaeta menyebut bahwa dukungan Payakumbuh terhadap program nasional ini tidak hanya memberi manfaat dalam penyediaan hunian layak, tetapi juga berdampak pada penguatan ekonomi lokal. “Setiap pembangunan rumah akan menggerakkan rantai ekonomi. Mulai dari industri bahan bangunan, tenaga kerja konstruksi, hingga usaha jasa pendukung lainnya. Ini adalah cara kita memastikan pembangunan perumahan berperan ganda, menyejahterakan dan menumbuhkan,” ucapnya.
Dengan meniadakan BPHTB dan retribusi PBG bagi MBR, Payakumbuh menjadi salah satu daerah yang paling progresif dalam kebijakan fiskal perumahan. “Kebijakan ini tak hanya meringankan beban warga, tetapi juga meningkatkan daya tarik investasi perumahan sekaligus mempercepat realisasi program nasional,” pungkasnya. (uus)
















