Gadih (57), penjual sate gerobak, mengaku sangat kecewa dengan sikap Pol PP yang melakukan penertiban, tanpa ada memberikan solusi. Gadih berharap Pemko memberikan solusinya, karena berjualan sate itu sebagai penopang hidup keluarga, dan untuk untuk menafkahi anak-anak.
“Saya cuma ingin solusi. Jika di depan PA tidak boleh jualan, dimana kami boleh berdagang sate gerobak ini?. Jika kami dilarang berjualan di sini, siapa yang memberi kami makan sekeluarga. Padahal saya sudah berjualan sate sejak puluhan tahun, bahkan sejak kawasan ini masih berfungsi sebagai terminal,” kata Gadih dengan nada sedih. Dian Fakri: Ada Provokator
Menanggapi kekesalan PKL, Kasat Pol PP Padang Dian Fakri, mengatakan penertiban PKL merupakan penertiban rutin, tujuannya untuk mengembalikan fungsi fasilitas umum yang digunakan pedagang untuk berdagang. Lokasi tempat PKL berjualan di depan PA tidak boleh digunakan.
Menurut dia, ketika ditertibkan PKL yang menghalangi penertiban itu merupakan provokator yang memanas-manasi pedagang lainnya.
“Mereka itu mempersiapkan diri untuk melawan, menurut saya mereka itu provokator dan kemudian menganggap Sat Pol PP tidak berkemanusiaan. Itu sebenarnya akting mereka saja agar kami tidak jadi menertibkan mereka, dan bagi kami hal itu tidak masalah,” kata Dian Fakri. Terkait tindakan yang dilakukan petugas Satpol PP yang tidak humanis, padahal wali kota telah menekankan agar Satpol PP harus humanis dalam menegakkan perda, Dian Fakri menuturkan, tindakan humanis bisa dilakukan tergantung situasi dan jika kondisi seperti ini yang dilakukan tindakan tegas.
“Humanis itu menghadapi orang yang bisa mengerti, orang yang saling pengertian. Tapi kalau menghadapi orang seperti itu bagaimana mungkin diterapkan sikap humanis. Saya datang dengan maksud baik malah disambut buruk dan ditantang pakai pisau,” ungkap Dian. Terpisah, anggota DPRD Padang Aprianto Peri, mengatakan penertiban pedagang yang berujung penganiayaan terhadap petugas Polresta Padang dan perlawanan dari pedagang di depan Plaza Andalas, karena Sat Pol PP melupakan standar operasional.
“Satpol PP Padang tidak melibatkan aparat lainnya dalam melakukan pengamanan. Ini jelas melanggar SOP. Seharusnya, kepala Sat Pol PP melibatkan intansi terkait sebelum melakukan penertiban,” kata anggota Komisi II ini, Jumat (13/1).
Selain tidak melibatkan intansi terkait pada penertiban kemarin, petugas Sat Pol PP juga tidak mendatangi pedagang secara persuasif dan humanis, sehingga pada saat dilakukan penertiban, pedagang merespon adanya kesewenang-wenangan.
“Jangan arogan. Pedagang tersebut merupakan warga Kota Padang juga, jangan sampai mereka disakiti,” katanya.
Mogok Berjualan
Sementara itu, pascapenggusuran PKL di bundaran air mancur, kemarin, tidak ada lagi PKL yang berjualan di kawasan tersebut. Salah satu pedagang Maini (45), mengatakan semua pedagang yang digusur sepakat untuk mogok berjualan sampai permasalahan ini selesai. Pedagang menolak pindah ke Kapal Kuliner yang ditawari oleh Pemko Padang.
“Pasar Kuliner itu sepi. Lebih baik kami berjualan di bundaran air mancur, karena tempatnya strategis,” sebut Maini. Pedagang lain, Sutriono (40) mengatakan hal serupa. Ia tak mau pindah ke Kapal Kuliner. Sutriano juga mengaku, ricuh yang terjadi antara pedagang dengan Pol PP disebabkan ulah petugas yang menendang pedagang ibuk-ibuk saat terjatuh.
“Kami sepakat mogok berjualan sampai permasalahan ini selesai,” tukas Sutriono.
Sedangkan Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Kota Padang M.Yani, mengatakan aksi bentrok pada Kamis (12/1), disebabkan tindakan semena-mena Sat Pol PP kepada para pedagang. Karena tindakan arogan itulah, pedagang melawan.
“Ada ibuk-ibuk mempertahankan gerobak, dan petugas langsung main tangan dan menginjak ibu-ibu tersebut. Melihat hal itu, pedagang lain marah dan mengambil batu. Karena dilerai oleh anggota polisi, maka polisi tersebut yang menjadi korban kemarahan pedagang,” jelas M Yani.
Dijelaskan M Yani, ada kesepakatan antara pedagang dengan Dinas Perdagangan di dalam penataan tempat berjualan. Dimana, bagi pedagang yang tidak ada jual beli di Kapal Kuliner boleh pindah kembali ke tempat semula. Pedagang bersedia pindah tapi jalur angkot harus diubah.
“Akan tetapi, jalur angkot tidak diubah. Padahal, Dinas Perhubungan sudah pernah memberitahu melalui mobil penerangan, bahwa jalur angkot akan dipindahkan jalurnya pada 28 November 2016, namun sampai saat ini tidak ada realisasinya,” ungkap M Yani. (rg/cr4)















