PADANG, METRO
Sidang lanjutan dugaan pemalsuan tanda tangan kakak kandung untuk mengurus sertifikat tanah kaum menjerat Yanti Yosefa (48) kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Padang (PN) kelas 1 A Padang, Kamis (4/5). Dalam sidang, Yanti Yosefa menjelaskan, tidak pernah melihat surat persetujuan kaum secara rinci yang menjerat dirinya.
“Saya tidak mengetahui apa isi surat perjanjian itu. Termasuk keterangan yang diberikan saksi-saksi yang dihadirkan pada sidang sebelumnya yang menyatakan saya yang mengurus sertifikat tanah itu. Saya sibuk sebagai ibu Bhayangkari,” kata istri seorang “petiggi” di Polres Pessel kepada Majelis Hakim yang diketuai Yose Ana Roslinda, beranggotakan Leba Max Nandoko dan Agnes Sinaga.
Selain itu, terdakwa menuturkan, sebelum perkaranya masuk ke ranah hukum, telebih dahulu dirinya pernah meminta kepada penyidik agar kakak kandungnya bisa mengganti bangunan yang telah dibangunnya di tanah yang sudah dibuat sertifikat itu sebanyak Rp1.5 miliar.
“Saya pernah meminta ke penyidik supaya kakak saya yang Yefri Hendi mengganti bangunan yang telah dibangun senilai Rp1.5 miliar. Tentunya saya ingin ada jalan damai.
Karena ini masalah keluarga. Malu kalau sampai ke pengadilan seperti ini,” ungkapnya kepada JPU Kejari Padang, Irawati.
Atas keterangan terdakwa tersebut Majelis Hakim menunda persidangan dan akan melanjutkan agenda tuntutan pada Kamis (2/7) mendatang.
Sebelumnya, dalam dakwan JPU, kejadian berawal tahun 2004, saksi Hj Irnimi yang merupakan ibu kandung terdakwa menyuruh terdakwa mensertifikatkan tanah yang merupakan bagian untuk Hj Irnimi. Karena takut nanti tanah tersebut dikuasai oleh kaum lainnya.
Irnimi meminta agar tanah tersebut dibuatkan sertifikatnya atas namanya. Kemudian terdakwa melengkapi surat-surat untuk pengurusan sertifikat tersebut. Di antaranya dilengkapi adalah satu buah surat pernyataan persetujuan kaum yang ditandatangani anggota kaum sebanyak 23 orang.
Pada 5 Mei 2017 saksi Yefri Hendi yang merupakan kakak kandung dari terdakwa mendapatkan informasi bahwa rumah yang ditempati ibu kandungnya Irnimi yang merupakan tanah kaum telah disertifikatkan oleh terdakwa. Mendapatkan informasi tersebut kemudian saksi Yefri Hendi yang berdomisili di Batam, Kepulauan Riau pulang ke Padang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Surat pernyataan Erwin dan Hendi
Berdasarkan berita acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Cabang Medan di Lab 12213/DTF/2018 tanggal 1 November 2017 yang dibuat dan ditandatangani oleh Wahyu Marsudi, Kepala Laboratorium, menyimpulkan tanda tangan Yefri Hendi (QT) terdapat pada satu lembar pernyataan persetujuan kaum 12 Januari 2004 yang terdapat pada penerbitan sertifikat Hak Milik No: 1442 An Yanti Yosefa adalah spurious signature (tanda tangan karangan).
Karena mempunyai general design ( bentuk umum) yang berbeda dengan tanda tangan Yefri Hendi. Atas dasar itu, saksi Yefri Hendi merasa dirugikan dan melaporkan ke Polresta Padang untuk diproses hukum. Atas Perbuatan terdakwa dalam surat dakwaan JPU Kejari Padang, dia diancam pidana dalam pasal 263 ayat (1) KUHP Pidana atau Pasal 263 ayat (2) KHUP.
Sebelumnya, dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) penyidik Polresta Padang No BP/124/VI/2019/ Reskrim 18 Juni 2019 menjelaskan, ada kejanggalan materai yang digunakan dalam surat pernyataan Yefri Hendi (pelapor) dan Erwin ditemukan oleh penyidik. Materai yang digunakan tahun 2009.
Sementara surat tersebut terbit di tahun 2004. Surat tersebut merupakan surat persetujuan Yefri Hendi dan Erwin yang menyatakan persetujuan pengurusan sertifikat tanah yang beralamat Jalan M Hatta Anduring Padang tertanggal 1 Januari 2004. (cr1)












