PADANG, METRO–Dua petugas Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Teluk Bayur, dipecat dengan cara tidak hormat atas usulan Pemerintah Provinsi Sumbar ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pemecatan itu karena dua orang tersebut terbukti melakukan pelanggaran berupa pungutan liar (pungli).
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengatakan tidak ada lagi pungli dalam pengurusan pendafataran ulang kapal nelayan, karena dinas terkait sudah memecat dua petugas di KSOP tersebut.
“Mudah-mudahan tidak ada lagi pungli dalam pengurusan pendaftaran ulang kapal, karena dua orang yang meresahkan nelayan itu sudah dipecat, sudah ditarik ke Jakarta. Sudah dilaporkan orangnya jadi berarti telah bersih dari pungli,” katanya, Kamis (27/10).
Ia menambahkan, pemecatan ini dilakukan setelah mendapat keluhan dari nelayan dan ditindaklanjuti oleh Pemprov Sumbar dengan mengirim surat ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Kita mendapat aduan dari nelayan terkait pungli yang dilakukan oleh petugas KSOP,” sebutnya.
Data dihimpun POSMETRO, salah satu dari dua petugas di KSOP sebelumnya menjabat sebagai Kepala Seksi Status Hukum dan Sertifikasi Kapal Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Teluk Bayur. Ia menegaskan, semua pihak harus berkomitmen memberantas segala bentuk pungli, sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo.
“Kalau masih ditemukan pungutan liar lagi, maka petugasnya langsung kita pecat. Karena kita juga tidak main-main,” tegasnya.
Sementara itu, Dinas Kelautan dan Perikanan Yosmeri selalu berupaya memberikan bantuan dan kemudahan dalam rangka peningkatan kesejahteraan nelayan di Sumbar, di antaranya terkait dengan kemudahan perizinan kapal diberi batas waktu sampai 31 Desember 2016.
“Jadi terkait dengan pengurusan kapal, kita selalu berupaya untuk memberikan kemudahan perizinan kapal. Mengingat limitnya hanya sampai 31 Desember, kalau lewat dari tanggal itu tidak ada lagi pengurusan kapal, kan kasihan. Misalnya, dalam pengurusan tidak selesai di camatnya langsung akan kita telepon camat, jadi kita ingin menyelesaikan pekerjaan itu cepat karna ini sudah mepet,” ungkapnya.
Ia mengaku, saat ini dalam mempermudah melakukan pengukuran kapal tidak lagi dari KSOP tapi sudah ditunjuk professional dari Universitas Bung Hatta melakukan pengukuran kapal.
“Pihak kita sudah memilih dari Bung Hatta, dan mereka bisa bayar ke orang Bung Hatta semampunya,” terangnya.
Menurutnya, dengan adanya orang dari professional, dan tidak lagi mengurus ke KSOP ini bisa mempercepat waktu untuk pengurusan perizinan kapal nelayan, dan tidak lagi ada pungli.
“Dengan adanya hal tersebut mudah-mudahan akan mempermudah waktu dan bersih pungli. Kemudian ongkos pengurusan perizinan kapal ikan. Semoga ini ke depannya bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi di Sumbar,” ujarnya.
Setelah ada hasil regulasi baru ini juga mengurangi keluhan dilingkungan nelayan. “Sampai sekarang kapal sudah terukur 300 kapal dengan bermacam-macam ukuran GT,” tukasnya.
Sebelumnya, nelayan dibebankan biaya jutaan rupiah untuk mengurus izin pengukuran yang menjadi kewenangan Kesyahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) untuk menentukan spesifikasi kapal. Padahal, dalam pendapatan negara bukan pajak (PNBP PP No 15 tahun 2016) terkait tarif pengukuran tidak mencapai Rp1 juta.
Dinas Kelautan dan Perikanan meragukan komitmen KSOP dalam menentukan kapasitas kapal nelayan. Meragukan yang dimaksud, pihak KSOP membanderol cukup tinggi biaya pengukuran kapal nelayan.
Sesuai dengan Surat Perhubungan Laut Nomor PK.204/I/7/DJPL/16 tanggal 12 Juli 2016 perihal pendaftaran ulang, menyampaikan bahwa kapal yang tidak melakukan pendaftaran ulang sampai 6 bulan sejak surat tersebut dikeluarkan maka kapal tersebut dihapus dari daftar kapal perikanan. Padahal dari 1.726 kapal di Sumbar hanya 200 lebih kapal yang telah ditentukan ukurannya. (l)