MENTAWAI,METRO
Diduga melakukan pencabulan terhadap santriwati, salah satu pimpinan Pondok Pesantresn (Ponpes) Hidayatullah di Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai harus berurusan dengan Satreskrim Polres Mentawai. Parahnya, oknum pimpinan Ponpes itu sempat berusaha menghindar dengan melarikan diri ke Padang, namun berhasil diamankan untuk menjalani pemeriksaan.
Diprosesnya perkara pencabulan terhadap anak di bawah umur berinisial E (16) itu berkat adanya laporan dari warga ke Polres Mentawai, Senin (8/6). Warga tersebut tak terima pimpinan Ponpes berinisial MS (40) yang diduga melakukan cabul itu menyelesaikan persoalan itu secara kekeluargaan dengan keluarga korban tanpa proses hukum.
Kasat Reskrim Mentawai Iptu Irmon membenarkan pihaknya sedang menangani perkara pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan terlapor pimpinan Ponpes di Kecamatan Sipora Utara. Saat ini, pimpinan Ponpes itu masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Mentawai.
“Jadi, awalnya ada laporan warga berinisial L yang melapor kalau ada tindak pidana pencabulan terhadap anak yang terjadi di Pesantren Hidayatullah. Terlapornya pimpinan Ponpes berinsial MS, sedangkan korbannya satriwati berinisial E,” kata Iptu Imron, Kamis (10/6).
Iptu Imron menjelaskan, pelaku MS sempat berusaha menghindar dengan berangkat dengan naik boat ke Padang beberapa hari yang lalu, akan tetapi saat ini sudah dibawa pulang kembali ke Mentawai oleh personil Polres Mentawai untuk dimintai keterangan terkait perkara ini.
“Kita masih melakukan penyelidikan dan pengumpulan alat bukti, sementara korban sekarang ini mengalami trauma dan histeris. Kita mengalami kesulitan untuk memintai keterangan dari korban. Tetapi, kita akan terus mencoba melakukan pendekatan,” jelas Iptu Imron.
Iptu Imron menambahkan, pihaknya masih terus berupaya mengumpul alat bukti yang sah untuk menaikan status lidik ke penyidikan. Salah satunya dengan melakukan visum terhadap korban untuk bukti tindak pidana pencabulan. Tetapi, karena kondisi korban yang mengalami gangguan psikologis, visum juga belum bisa dilakukan.
“Kalau kita sudah mendapatkan dua alat bukti yang sah, maka perkara ini akan kita teruskan ke tahap penyidikan, tetapi saat kita melihat kondisi korban masih mengalami sedikit trauma, jadi kami juga akan berupaya terus melakukan pendekatan, karena tanpa keterangan dari korban kasus ini belum bisa kita naikan ke penyidikan,” ujarnya.
Iptu Imron mengungkapkan, sejauh ini pihaknya belum mengetahui apa yang membuat korban mengalami traumatis, namun hal tersebut akan digali berdasarkan saksi dan bukti-bukti yang sah. Apakah karena adanya tekanan, atau intimidasi dan sebagainya terhadap korban, pihaknya akan mendalami.
Sementara itu kata Irmon pihak keluarga korban dan terlapor sebelumnya telah melakukan perdamaian dan mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan perkara tersebut ke ranah hukum. Namun, hal itu tidak akan bisa menghalangi proses hukum yang ada sekarang.
“Yang melapor ini justru orang lain, karena korban sempat bercerita tentang apa yang dialaminya, sedangkan orang tua atau wali korban tidak ingin kasus ini dilanjutkan dengan kesepakatan yang dibuat antara keluarga dengan terlapor, yang mana kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan,” papar Irmon.
Menurutnya meskipun kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawa umur telah diselesaikan secara kekeluargaan, namun proses hukum tetap dilanjutkan, hal tersebut telah tertuang dalam undang-undang perlindungan anak.
“Sekarang ini dengan undang-undang baru perlindungan anak tidak lagi delik aduan, jadi meskipun sudah diselesaikan secara kekeluargaan proses hukum tetap dilanjutkan. Pelaku akan terus kita lakukan pemeriksaan dan nantinya akan ditetapkan sebagai tersangka jika terbukti,” tutupnya. (s)