BALAI GADANG, METRO
Derry Torani (27), pemuda Aiapacah, Kecamatan Kototangah, Kota Padang memiliki kebiasaan berjalan-jalan mengisi sore jelang berbuka di kawasan Padang pinggir kota (Papiko). Hari itu, dia mampir ke Jalan Kabun, Kelurahan Balai Gadang, Kecamatan Kototangah, sekitar 1,5 KM dari rumahnya. Hatinya miris melihat apa yang ada di hadapannya.
Dua rumah kayu, yang sebenarnya tak layak disebut sebagai rumah, dihuni berjejal oleh dua kepala keluarga. Kehidupan mereka yang sebenarnya tak jauh dari dari Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, begitu kontras dengan kemegahan bangunan di Sungai Bangek itu.
Satu rumah full kayu, berdinding seadanya, dihuni empat orang. Sementara rumah lainnya, berdinding kayu dan beratap rumbia, dihuni lima orang. Satu anak ternyata berkebutuhan khusus.
Merasa tersentuh, Derry memberanikan mendekati pemilik rumah prasejahtera itu. Dia mendapati kepala keluarganya, Zulkifli (54), hanya seorang kuli bangunan dan pekerja serabutan.
Selama pandemi covid-19, tak ada pekerjaan. Jangankan untuk menyekolahkan anak, untuk makan sehari-hari saja susah. Derry juga melihat tetangga tak jauh dari rumah itu, kondisinya sama.
“Saya sedih sekali melihatnya. Sayang, saya juga tak dapat pula membantu banyak. Sore itu saya kasih seadanya saja. Lalu saya coba memoto rumah itu dan mengupload di media sosial (medsos). Tim Pak Andre Rosiade tiba-tiba menghubungi dan langsung menyatakan ingin membantu,” kata Derry saat dihubungi.
Tak begitu lama, Andre Rosiade langsung memberikan bantuan berupa sembako dan uang tunai untuk dua keluarga itu. Derry dan teman-temannya langsung diminta mengantarkannya sore itu. “Hari hujan, tapi kami begitu bersemangat untuk menyalurkan bantaun dari Bang Andre. Terbayang, mereka tak bisa memenuhi kebutuhan selama Ramadhan,” kata Derry lagi.
Dengan gesit, mereka membelikan sembako untuk kebutuhan dua keluarga itu, lalu memberikan dana tunai yang dikirimkan Andre. Tak ayal, Zulkifli dan Dasril, tetangganya merasa berterima kasih dengan bantuan Andre Rosiade itu. “Mereka benar-benar senang dan mengucapkan terima kasih kepada Bang Andre. Semoga cukup sampai Ramadhan berakhir,” katanya.
Zulkifli sangat berterima kasih dengan bantuan yang dikirimkan Andre Rosiade. Pasalnya, sejak Ramadhan, dia benar-benar tak ada pemasukan dan sangat berharap dari bantuan orang lain. “Rumah kami terpencil, jauh dari kerumunan. Tak banyak orang yang tahu. Saya punya anak juga ada yang berkebutuhan khusus,” kata Zulkifli.
Andre yang juga anggota DPR RI mengaku awalnya dihubungi sejumlah orang, terkait nasib yang dialami Zulkifli dan tetangganya. Dia langsung meminta tim AR Center untuk melakukan penjajakan dan memberikan bantuan. Apalagi, dua keluarga prasejahtera itu benar-benar terancam tak bisa memenuhi kebutuhan mereka. Semua anggota keluarga itu juga tidak ada yang memiliki nomor HP.
“Kami dengar informasi, dan tak pikir panjang langsung mengirimkan bantuan. Pandemi corona ini memang sangat berbahaya untuk orang-orang yang memenuhi kehidupannya dengan kerja serabutan dan pendapatan harian. Karena itulah, bantuan memang harus disalurkan untuk orang yang benar-benar membutuhkan,” kata ketua DPD Gerindra Sumbar ini.
Andre Rosiade telah mengirimkan bantuan serupa di beberapa lokasi sejak wabah corona ini melanda. Sebelumnya juga membantu mereka yang terancam kelaparan di Lubukbuaya, Kototangah, Banuaran, Lubukbegalung, dan Bandabuek, Lubukkilangan. Sejumlah keluarga yang membutuhkan lainnya juga dibantu di Dharmasraya.
Selain itu, selama pandemi Andre telah menyalurkan bantuan berupa ribuan sembako dan sekitar 20 ton beras untuk masyarakat Kota Padang, Dharmasraya, Sijunjung, Sawahlunto dan Kota Pariaman. Dalam waktu dekat juga akan mengirimkan 10 ribu paket sembako di seluruh Sumbar.
Bantuan lain berupa ribuan botol hand sanitizer, puluhan ribu masker, ratuan alat pelindung diri (APD) untuk paramedis, belasan wastafel portabel dan belasan disinfektan chamber. Sebagai ketua harian DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM), Andre juga telah menyalurkan bantuan untuk ribuan perantau Minang di Jakarta dan Banten. Mereka tak bisa berjualan sejak PSBB diberlakukan, dan tak pula bisa pulang kampung karena dilarang pemerintah. (r)