Oleh : Reviandi
SELAIN pasangan perseorangan Fakhrizal-Genius Umar, diprediksi masih ada beberapa nama calon Gubernur dan wakil Gubernur dari nonpartai yang berpotensi. Namun persoalannya, belum ada partai yang mengaku akan mengusung calon nonkader. Tentunya mereka malu-malu mengakui, kalau kadernya belum mumpuni dimajukan menjadi calon Gubernur.
Salah satu kandidat bukan kader partai yang cukup dikenal saat ini adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr Reydonnyzar Moenek atau Donny Moenek. Meski belum menyatakan akan maju, tapi baliho dengan fotonya yang besar sudah terpampang dimana-mana. Donny juga pernah menjadi Pj Gubernur Sumbar saat duet Irwan Prayitno dan Muslim Kasim bertarung di Pilgub 2015.
Meski dengan waktu yang pendek, Donny cukup banyak berperan menarik dana pusat ke daerah. Dia waktu itu menjabat Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Donny juga terlihat mudah akrab dengan berbagai elemen, dan itulah yang membuatnya sering “diajak” membangun Sumbar. Tak heran, dia juga telah mendaftar ke sejumlah partai, seperti PAN dan Gerindra. Namun, karena bukan kader, peluang Donny sepertinya tak terlalu besar.
Apa yang membuat putra Tanahdatar ini seperti “nekat” maju meski tanpa partai? Tentunya dengan sekian jabatan di pusat, Donny yakin bisa membawa banyak dana pusat ke daerah. Hal sangat penting bagi Sumbar yang hanya memiliki APBD sekitar Rp7,3 triliun. Semoga saja, ada kapal untuk Donny maju dan kembali mengulang sukses sebagai Gubernur Sumbar.
Selain Donny Moenek, ada sejumlah nama yang bisa saja maju andai ada partai yang mendukungnya. Pasalnya, kesempatan untuk calon independen sudah tertutup beberapa waktu lalu. Hanya pasangan mantan Kapolda dan Wali Kota Pariaman saja yang berani maju. Saat ini, keduanya masih harap-harap cemas menjalani verifikasi faktual agar dukungan 316 ribu terlewati.
Bisa saja, Komisaris Utama PGN yang pernah jadi Menteri dan Wamen ESDM Arcandra Tahar diusung maju. Sebagai teknokrat unggulan, Arcandra sebenarnya layak memimpin Sumbar dan menjadikannya lumbung energi baru di Sumatra. Tentunya, sebagai orang dekat istana, Arcandra bisa saja diusung PDI Perjuangan, NasDem dan PKB serta Golkar.
Tapi sayang, rencana membawa Arcandra ini sudah mentah dari awal. Mungkin karena dia dianggap kurang sukses “membela” Jokowi saat Pemilu 2019 di Sumbar. Sama halnya dengan orang-orang independen yang dekat dengan istana yang akhirnya namanya tak tergerak lagi dimajukan untuk memimpin Sumbar. Tapi dak usahlah ditulis, takut ada yang baper dan mencak-mencak pula.
Peluang kandidat nonpartai lainnya harusnya dimiliki oleh ketua Ormas terbesar di Sumbar, Muhammadiyah. Ketua PW Muhammadiyah Sumbar Shofwan Karim Elha harusnya dimunculkan ke publik. Karena, Ormas ini dapat dikatakan dominan di Sumbar dan telah menghasilkan kader-kader pemimpin. Namun saat ini, sepertinya belum ada yang muncul ke permukaan.
Ketua PW Nahdatul Ulama (NU) Sumbar Ganefri yang juga Rektor UNP bisa jadi calon alternatif. Tapi sayang, belum ada partai yang mau meliriknya, dan sang profesor juga tak merapat ke partai. Meski disebut dekat dengan PKB, tapi belum ada nama Ganefri sebagai bakal calon partai itu. Malah, PKB Sumbar sibuk dengan pasangan Riza Falepi dan Febby Dt Bangso. Bahkan mereka sudah membawa pasangan ini kepada Ketua DPP PKB Muhaimin Iskandar.
Selain Ganefri, nama lain yang bisa diapungkan adalah rektor Unand atau mantan-mantan rektor Unand. Karena, sejak lama Unand selalu menaikkan kelas rektor/mantan rektornya sebagai Gubernur atau wakil Gubernur. Sebut saja Fakhri Achmad dan Marlis Rahman. Namun sayang, rektor hari ini Prof Yuliandri baru dilantik dan belum tergerak ke politik. Mantan rektor Prof Tafdil Husni juga baru menerima amanah sebagai rektor Universitas Bung Hatta (UBH).
Dari nama-nama itu, ternyata memang belum sekuat calon-calon yang diusung partai seperti Mahyeldi dengan PKS, Mulyadi Demokrat atau Nasrul Abit Gerindra. Meskipun ada calon nonpartai yang dianggap kuat, mereka tetap harus menjalani seleksi di tingkat partai, dari daerah sampai ke pusat. Tentunya hal itu yang membuat orang-orang berpotensi sulit mendapatkan tempat. Kalaupun iya, mereka harus punya power atau dana yang kuat. Mari menunggu saja. (Wartawan Utama)


















