PADANG, METRO
Sejumlah sopir taksi online atau angkutan dalam jaringan (daring) di Padang melakukan unjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, mereka menyampaikan penolakan terhadap peraturan menteri perhubungan nomor 118 tahun 2018 atau yang disebut PM 118, Kamis ( 27/2).
PM 118 tentang penyelenggaraan angkutan sewa khsusnya tersebut akan mulai berlaku penuh per 18 Juni 2019 setelah diundangkan 19 Desember 2018 lalu.Dalam peraturan baru taksi online ini pengemudi tak lagi diwajibkan melakukan Uji KIR yang selama ini dikeluhkan, namun, dalam aturan baru itu pengemudi dibebani hal baru.
Harus mengurus izin angkutan sewa khusus (ASK). Terkait dengan biaya mengurus izin angkutan sewa khusus banyak dikeluhkan oleh pengemudi serta aturan pembatasan wilayah operasi.
Koordinator pengemudi Angkutan Sewa Khusus (ASK) Sepriandi mengatakan pihaknya menolak tegas pemberlakuan PM 118 tahun 2018. Sebab pihaknya menilai PM tersebut merugikan para pengemudi taksi Online, khususnya pembatasan wilayah operasi.
“Aksi penolakan PM 118 ini merupakan aksi serentak yang dilakukan oleh sopir taksi online secara nasional. Kami merasa aturan ini sangat bertentangan dan merugikan pemilik taksi online,” ungkapnya.
Sepriandi menyampaikan menjadi pengemudi ASK adalah pilihan alternatif untuk menghidupi keluarga bagi sebahagian masyarakat. Apalagi dengan kondisi ekonomi yang sedang sulit saat ini ditambah lagi sempitnya lapangan kerja saat ini.
Setelah melakukan orasi beberapa minit, sejumlah perwakilan sopir taksi online ini diterima oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Suwirpen Suib. Pertemuan berlangsung di ruang rapat pimpinan DPRD.
Salah seorang sopir online, Arif mengungkapkan, perlu diketahui bahwa setiap pengemudi ASK dikenai pemotongan oleh aplikator sebesar 20 persen. Kemudian ada lagi tambahan potongan untuk asuransi.
“Jika pembatasan wilayah juga diberlakukan, akan semakin berat bagi driver karena tidak bisa menerima pesanan penumpang ketika berada di luar zona,” ungkapnya.
Dia mencontohkan, ketika driver mendapatkan pesanan penumpang dari Padang ke Bukittinggi. Misalnya mendapat bayaran sebesar Rp300 ribu, yang sudah ditentukan di aplikasi. Dari jumlah tersebut ada potongan sebesar 20 persen atau Rp60 ribu dan asuransi Rp3 ribu, tersisa Rp237 ribu untuk biaya operasional.
“Driver tidak bisa mengambil lagi penumpang di Bukittinggi karena dibatasi wilayah operasional. Sehingga pulang ke Padang dalam keadaan kosong penumpang,” ulasnya.
Dengan kondisi tersebut, lanjutnya, tentu pengemudi akan rugi dari sisi biaya dan waktu operasional. Sebab, pengemudi harus masuk dulu ke wilayah operasional untuk dapat menerima kembali orderan penumpang.
Pengemudi ASK berharap, aspirasi mereka dapat diperjuangkan oleh anggota DPRD agar PM 118 tersebut tidak diberlakukan. Bahkan, pengemudi menyampaikan wacana agar pemerintah provinsi Sumatera Barat atau pengusaha di Ranah Minang bisa membangun aplikasi sendiri berbasis daerah.
Terkait aspirasi sopir taksi online tersebut, Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Suwirpen Suib menyatakan menerima menampung aspirasi mereka dan akan dibicarakan secara kelembagaan di DPRD Sumbar.
“Aspirasi yang disampaikan sudah kami catat dan akan dibahas lebih lanjut, untuk menentukan langkah yang akan diambil dalam rangka menyikapi persoalan yang disampaikan hari ini,” kata Suwirpen.
Dia menambahkan, karena persoalan itu menyangkut dengan peraturan menteri, DPRD bisa membawa persoalan itu ke pemerintah pusat. DPRD akan menjadikannya sebagai penyambung aspirasi masyarakat di daerah.
“Peraturan menteri merupakan kebijakan pemerintah pusat. Dalam hal ini, DPRD bisa menyampaikannya sebagai penyambung aspirasi masyarakat di daerah sesuai kewenangan,” sebutnya. (hsb)