PADANG, METRO
Untuk kedua kalinya Bupati Pasaman Yusuf Lubis menjadi saksi dalam persidangan dugaan korupsi pasca bencana alam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang. Tidak hanya Bupati, Wakil Bupati Pasaman Atos Pratama juga ikut jadi saksi dalam persidangan tersebut.
Pantauan POSMETRO PADANG, turut hadir dua saksi lainnya yakni Jimmy Abdillah dan Hasbullah Nasution. Dua pemimpin daerah itu dihadirkan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi, penyimpangan dana proyek pascabencana alam tahun 2016 yang dilakukan oleh mantan kepala BPBD Kabupaten Pasaman M Sayuti Pohan bersama rekannya mantan bendahara BPBD Alias.
Selain itu, tujuan para saksi dihadirkan, guna mengkonfrontir keterangan saksi dengan dua terdakwa. Menurut keterangan terdakwa M Sayuti Pohan pada saat bencana alam terjadi di Kabupaten Pasaman, terdapat dua sumber dana.
“Pertama dana yang berasal BNPB pusat sebesar Rp 6,1 miliar dan dari Balai Wilayah Lima yakninya Rp 15 miliar. Adapun kegunaannya untuk, memperbaikan pasca bencana alam,” katanya Rabu (26/2).
M Sayuti Pohan menuturkan, sebelum dana tersebut turun, BPBD Kabupaten Pasaman, mengajukan proposal ke pusat sebesar Rp35 miliar. “Proposal tersebut, ditanda tangani oleh Bupati Pasaman saat itu,” ujarnya.
Mendengarkan keterangan terdakwa, Bupati Pasaman yang saat itu memakai baju putih, langsung menganggukkan kepala. Terdakwa M Sayuti Pohan juga mengaku, bencana alam terjadi pada saat itu sangatlah besar, sehingga BNPB pusat harus turun ke lokasi.
“Pada saat turun ke lokasi, fasilitas umum banyak yang rusak, antara lain jalan,jembatan yang putus, dan rumah,” ujarnya.
Bupati Pasaman yang saat itu, tepat duduk di belakang terdakwa, tampak diam mendengarkan keteran terdakwa. Lebih lanjut terdakwa bercerita, setelah dana turun, dirinya mengaku banyak dihubungi oleh orang-orang, untuk penyelesaian pasca bencana alam. “Banyak sekali orang-orang yang menghubungi saya, termasuk dua orang mantan DPRD Kabupaten Pasaman,” lanjutnya.
Ditambahkannya bahwa, dirinya pernah dihubungi oleh saksi Hasbullah. “kata Habuslah kepada saya, agar proyek semua pengerjaan pasca bencana alam, dia yang mengerjakan,”tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskan, kalau terdakwa dan Hasbullah bertemu di rumah dinas Bupati Pasaman. Terdakwa juga bercerita, orang-orang yang menjadi tim sukses dari Bupati Pasaman.
Dalam persidangan tersebut, rekaman pembicaraan Bupati Pasaman sempat diputar. Namun Bupati Pasaman keberatan dengan isi rekaman tersebut.
Sementara itu, terdakwa lainnya yakninya Alias mantan bendahara BPBD Kabupaten Pasaman, mengaku kalau dirinya mengambil uang pencairan dana pasca bencana alam. “Yang masuk ke bank saat itu berdua Pak Hakim, bukan bertiga,” sebutnya.
Usai menjalani persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasaman, akan masuk pada tuntutan. “Izin majelis hakim, kita minta untuk tuntutan dua minggu,” ujar JPU Therry bersama tim.
Menanggapi hal tersebut, sidang yang diketuai Fauzi Isra beranggotakan M.Takdir dan Zaleka, mengabulkan permintaan JPU. Para saksi yang dipanggil, langsung meninggalkan ruang sidang.
Dalam dakwaan JPU disebutkan bahwa, pada tanggal 8 Februari 2016, PJ bupati Pasaman Syofyan menanda tangani surat pernyataan keadaan darurat, yang menyatakan telah terjadi banjir dibeberapa kecamatan di Kabupaten Pasaman. Adapun yang dilanda banjir yakninya Kecamatan Gelugur, Kecamatan Rao Selatan, Kecamatan Panti, Kecamatan Padang Marapat, dan Lubuk Sikaping.
Kemudian pada 25 Februari 2016, Bupati Pasaman Yusuf Lubis, menanda tangani surat permohonan Dana Siap Pakai (DSP), untuk penanganan banjir dibeberapa kecamatan, di Kabupaten Pasaman. Dimana surat tersebut, ditujukan kepada Badan Penanggulangan Bencana cq.deputi bidang penanganan darurat.
Lalu pada tanggal 13 Mei 2016, direrimalah DSD melalui rekening BPBD Pasaman pada BRI cabang, Lubuk Sikaping, sebesar Rp 6.103.410.500.00, untuk 10 kegiatan. Dimana kegiatan tersebut telah disetujui oleh terdakwa M.Sayuti, yang saat itu selaku kepala BPBD Pasaman.
Selanjutnya, terdakwa bersama rekannya menunjuk CV Swara Mandiri, untuk mengerjakan proyek tersebut. Kemudian saksi Rizalwin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Arwinsyah pengawas lapangan, membuat laporan proyek pengerjaan. Namun laporan tersebut, tidak sesuai dan dimanipulasi.
Hal ini terungkap saat tim PHO (serah terima pekerjaan), pada tanggal 4 Agustus 2016, turun ke lapangan dan dilihat perkerjaan belum dilaksanakan. Akibat perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp 773. 150.162.00.
Tak hanya itu, terdakwa juga melanggar pasal 2 ayat (2) jo pasal 18 undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan undang-udang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1. Subsider pasal 3 jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.
Pada tahun 2019 lalu, perkara ini pernah disidangkan yang mana saat itu menjerat tiga orang terdakwa. Ketiga ini adalah terdakwa Arwinsyah selaku pengawas lapangan bersama dengan terdakwa Rizalwin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ferizal selaku ketua tim PHO. Ketiga dinyatakan bersalah oleh majelis hakim pengadilan.
Para terdakwa masing-masing divonis, empat tahun kurungan penjara. Dimana putusan tersebut diucapkan oleh hakim ketua sidang Yose Rizal beranggotakan M. Takdir dan Perry Desmarera. (cr1)