PADANG, METRO
Para pejabat publik dan masyarakat yang merasa dirugikan oleh wartawan ”abal-abal” sebaiknya melapor ke polisi. Karena, wartawan profesional bekerja mengacu kepada kode etik jurnalistik, UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dan peraturan Dewan Pers.
“Wartawan itu acuannya jelas, mereka bekerja berdasarkan kode etik dan ketentuan. Bila ada masyarakat dirugikan oleh oknum yang mengaku wartawan, namun orientasinya uang, mencari kesalahan instansi, perusahaan atau pejabat, dan beritikad tidak baik, bisa dilaporkan kepada pihak berwajib,” kata Ketua PWI Cabang Sumbar, Basril Basyar, Sabtu (19/3).
Basril mengimbau kepada pejabat publik dan masyarakat untuk tidak melayani oknum yang mengaku wartawan, namun orientasinya uang dan kepentingan tertentu. “Tak usah dilayani,” tegas Basril.
Ia mengatakan sejak 2010, Dewan Pers sudah menetapkan peraturan tentang standar kompetensi wartawan. Tujuannya untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat. Standar kompetensi bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan, menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan pers, menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi khusus penghasil karya intelektual.
Dengan ketentuan tersebut, kata Basril, Dewan Pers mensyaratkan kepada semua wartawan untuk mengikuti uji kompetensi wartawan yang nantinya bagi yang lulus mendapat sertifikat wartawan muda, madya dan utama.
Terkait bagaimana pejabat publik, humas atau masyarakat melayani wartawan, Basril Basyar menjelaskan, ketika menerima wartawan narasumber bisa menanyakan apakah ia memiliki sertifikat uji kompetensi, sebagai syarat apakah wartawan itu kompeten atau tidak. Narasumber bisa menanyakan dari media mana, apakah medianya terdaftar di Dewan Pers, atau sudah berbadan hukum, termasuk soal kompetensi wartawan.
“Narasumber bisa saja menolak wartawan yang tidak kompeten, atau oknum wartawan yang tidak jelas medianya, beritikad tidak baik, melakukan praktik pemerasan,” tambahnya.
Senada dengan Basril Basyar, salah satu pimpinan di Dewan Kehormatan Daerah (DKD) PWI Cabang Sumbar, Herman Nasir mengaku tidak setuju dengan istilah wartawan abal-abal, dan wartawan bodrex yang beredar di tengah masyarakat.
“Wartawan itu profesi yang suci. Mereka yang melakukan praktik buruk seperti memeras, mencari-cari kesalahan pejabat, perusahaan, dan bermotif uang atau materi, mereka itu bukanlah wartawan, melainkan oknum masyarakat. Karena itu, narasumber jangan segan-segan melaporkan mereka ke polisi,” tegas Herman.
Namun bila ada anggota PWI Sumbar yang melakukan praktik-praktik tidak profesional di lapangan, lanjut Herman, narasumber bisa mengadukannya ke DKD PWI Sumbar. (da)