”Dia bilang ke saya saat itu ada gunting jatuh. Padahal sebenarnya tidak ada. Setelah itu, badannya panas dan dilarikan ke rumah sakit. Lalu, kami sudah dapat kabar dari dokter kalau Viona sudah meninggal,” tutur Yarlizai.
Menurut warga, meninggalnya Viona diduga akibat kelalaian dari pemerintah kelurahan setempat.
Sebab sejak Januari lalu, warga sudah meminta untuk melakukan fogging di lokasi tersebut. Namun, barulah setelah jatuh korban, ada tindakan fogging dilakukan. Padahal, sudah lebih dari lima orang yang mengalami sakit serupa, dua diantaranya kritis di rumah sakit.
”Kami sangat menyayangkan tindakan dari pemerintah kelurahan. Setiap kami minta fogging, mereka selalu menanyai surat. Sementara, anak-anak kami sudah dijangkiti DBD,” papar Sepriadi, salah seorang warga.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang, Eka Lusti mengatakan, sejauh ini belum tahu secara jelas apakah korban ini terkena DBD atau tidak. Begitu juga dengan anak-anak yang ada di sekitar komplek tersebut. Namun, dia tetap akan menurunkan tim nantinya ke lokasi guna mengecek lingkungan tempat tinggal para korban.
“Sejauh ini kita memang belum tahu apakah itu DBD. Pasalnya, saat dibawa ke rumah sakit, korban ini dilaporkan hanya mengalami demam tinggi,” tutur Eka.
Disebutkannya, untuk melakukan fogging, bukan tupoksi dari kelurahan, tapi wewenang Dinas Kesehatan. Fogging baru bisa dilakukan setelah ada yang mengalami DBD, seperti trombosit si penderita itu berada di bawah 100 serta ada laporan dari rumah sakit. Tapi, fogging yang dilakukan pun sifatnya hanya memutus rantai penularan.
“Kita dapat laporan dari rumah sakit, positif trombositnya d ibawah 100, barulah diturunkan tim kesana. Satu orang saja yang terjangkit DBD, tempat itu sudah bisa fogging. Tentunya, kita survei dulu, baru setelah itu dilakukan fogging,” tukasnya. (age)