SAWAHLUNTO, METRO – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumbar meninjau kawasan tambang batubara milik CV. Tahiti Coal di Dusun Bukik Sibanta, Desa Sikalang, Selasa (12/11). Peninjauan ini dilakukan atas terjadinya konflik antara masyarakat setempat dan pihak perusahaan tambang.
“Salah satu komplen masyarakat adalah soal jarak lubang tambang dan pemukiman mereka. Konflik tambang ini mesti ditindaklanjuti agar tidak berlarut-larut dan bisa segera diselesaikan,” kata Ketua Komisi IV DPRD Sumbar, Muhammad Ikhbal.
Sebelumnya, terkait permasalahan ini kata Ikhbal, pada 30 Oktober lalu sudah ada audiensi antara DPRD Sumbar dengan masyarakat Desa Sikalang ini. Setelah dilakukan pengecekan hari ini, katanya, ditemukan ada kerancuan data, dan hal ini harus dipastikan dan data-data lain harus dilengkapi juga agar tidak menyulut konflik yang lebih besar.
“Kamis ini (14/11), akan dilakukan pengukuran ulang dan pembuatan berita acaranya, yang disaksikan langsung oleh masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman. Selain itu CV. Tahiti Coal juga harus melengkapi izin dan surat-surat kelengkapan lainnya, agar aktivitas tambang ini jelas dan tidak membuat masyarakat setempat khawatir,” katanya.
Politisi Partai Amanat Nasional itu menyebutkan, proses pemantauan yang dilakukan masayarakat terjadi kerancuan, karena ada lobang tambang yang ditutupi oleh terpal dan tidak bisa ditinjau, diperkirakan bekas tambang itu sepanjang 130 meter dan bisa saja mengarah ke pemukiman penduduk.
Seluruh keluhan masyarakat telah diakomodir oleh pihak komisi, katanya, kedepan seluruh aktivitas pertambangan terus dipantau, jika menyalahi aturan akan diberikan sanksi. “Khusus untuk CV Tahiti Coal jika tidak memenuhi kewajiban, aktivitas pertambangan batu bara yang mereka lakukan akan ditutup sementara waktu, “ tegasnya.
Dikatakannya, terkait Izin Usaha Produksi (IUP) Tahiti Coal telah mengantongi perpanjangan IUP hingga 2028. IUP tersebut mulai diperpanjang pada Juni 2019 yang berlaku sampai 2028 dengan 8 tahun izin produksi dan 2 tahun reklamasi.
Sementara, Ketua Walhi Sumbar, yang juga hadir mewakili masyarakat setempat pada saat itu mengatakan kalau pihaknya menerima laporan tentang adanya konflik tambang antara mereka dan pihak CV. Tahiti Coal. “Laporan ini kami terima, bermula dari kerusakan rumah masyarakat Bukik Sibanta diduga karena aktifitas tambang bawah tanah CV. Tahiti Coal keluar dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mengarah ke pemukiman masayarakat,” katanya
Sementara itu Komisaris Perusahaan CV Tahiti Coal Ismet mengatakan kedatangan Anggota Komisi IV DPRD Sumbar untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat harus diapresiasi, namun secara aspek hukum CV Tahiti Coal telah melaksanakan proses explorasi sesuai dengan aturan. “ Kita telah mengecek ke lapangan, apa yang ditudingkan masyarakat tidak benar, CV Tahiti Coal bekerja secara hukum yang berlaku, “ katanya.
Dikatakan Ismet bahwasanya, kedatangan unsur pemerintah ke Tahiti, tidak yang pertama kali. Beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota ( Pemko) Sawahlunto yaitu wakilwalikota juga pernah mengecek proses penambangan Tahiti dan sejauh ini tidak ada masalah.
Mantan Wakil Walikota Sawahlunto priode 2014-2018 itu menyebutkan, produksi batubara CV Tahiti Coal tergolong kecil, alat yang digunakanpun manual. Untuk satu bulan produksi batu bara sebanyak 6000 ton. Jumlah karyawan kantor dan tambang yang bekerja sebanyak 264 orang 97 persen pekerja merupakan warga lokal Sawahlunto. Untuk beberapa operator yang memiliki skill khusus, pihak perusahaan mempekerjakan warga negara asing sebanyak 7 orang. “Mestinya perusahaan ini bisa membantu pemerintah dan masyarakat, “ katanya.
Dia mengatakan untuk hasil produksi CV Tahiti akan didistribusikan untuk kebutuhan kepentingan masyarakat lokal. Salah satunya untuk pemenuhan bahan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kota Sawalunto. PLTU ini, merupakan penyanggah kebutuhan listrik Sumbar-Riau.
Jika tidak terpenuhi maka listrik akan mati. Dilanjutkannya pihak perusahaan selalu memberikan hasil produksi kepada kebutuhan lokal terlebih dahulu. Jika telah terpenuhi maka bisa dilanjutkan kepada pihak lain.
“Secara aturan kita penuhi kebutuhan lokal dahulu, setelah itu baru melaksanakan kontrak dengan pihak lain, “ pungkasnya. (cr1)