BUKITTINGGI, METRO – Semangat persaudaraan Kota Bukittinggi dan Yogyakarta, menjadi pengikat semangat kebangsaan. Hal itu disampaikan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam Seminar dan Lokakarya Kearsipan Hari Jadi Kota Bukittinggi ke 235, di Istana Bung Hatta, Selasa (12/11).
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Bukittinggi Johnny, menjelaskan, lokakarya ini dilaksanakan dalam rangka memperingati HJK Bukittinggi ke 235. Lokakarya dan seminar kearsipan dilaksanakan karena Bukittinggi merupakan kota bersejarah dalam perjalanan bangsa.
“Seminar dan lokakarya kearsipan dilaksanakan selama tiga hari 12-14 November 2019, dengan 150 peserta dari tokoh masyarakat, guru, dosen dan mahasiswa perguruan tinggi. Bertindak sebagai narasumber, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Prof Haryo Winarso, Prof Gusti Asnan, Prof. DR. Ahmad Murad Merican dan Dirwan Ahmad Darwis,” jelasnya.
Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias, mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Yogyakarta yang telah menyempatkan diri hadir dalam seminar ini. Karena memang, sejarah Bukittinggi sebagai salah satu kunci kemerdekaan Indonesia, tentunya punya keterkaitan dengan Yogyakarta.
“Dengan kegiatan ini, tentu kita dapat mengetahui bagaimana peranan Bukittinggi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sehingga sejarah ini harus menjadi arsip intelektual kita secara pribadi dan pemerintahan. Sejarah perlu ada kepastian dan harus diarsipkan agar dapat disampaikan kepada generasi penerus,” ungkap Ramlan.
Sementara itu, Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, menceritakan tentang arti penting Bukittinggi yang memiliki sejarah kemerdekaan RI. Karena sejarah menyebutkan pemerintahan Yogya kembali itu, adalah kembali dari Bukittinggi. Salah satu kota yang ditetapkan sebagai ibukota negara Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, dibawah kepemimpinan Sjafruddin Prawiranegara.
“Pemerintahan dikembalikan dari Bukittinggi ke Yogyakarta pada 27 Desember 1949. PDRI dibentuk karena Yogyakarta tengah dikuasai Belanda. Saat itu hasil musyawarah pada 22 Desember 1948 di Halaban, disepakati terbentuknya PDRI dan diketuai oleh Sjafruddin Prawiranegara. Untuk itu, Sjafruddin Prawiranegara patut diberi gelar pahlawan nasional dan menjadi Presiden kedua Indonesia,” jelas Sri Sultan.
Dari dulu hingga kini, hubungan pemerintahan Bukittinggi-Yogyakarta, ternyata jiwa kemerdekaan itu, tetap dinyalakan bersama sebagai inspirasi semangat mempertahankan kemerdekaan RI.
“Semiloka kearsipan ini, semoga dapat membangkitkan memori kolektif untuk mengingat kembali memori historis dalam proses membangsa. Lewat semangat inilah, wawasan kebangsaan muncul sebagai satu ikatan bersama melawan kolonialisme. Makna terdalam dari semangat persaudaraan Yogyakarta dan Bukittinggi yang menjadi pengikat semangat kebangsaan untuk Indonesia. Bukittinggi adalah kota sejarah yang memiliki semangat kebangsaan sekaligus semangat kejuangan. Dirgahayu Kota Bukittinggi ke 235 tahun,” jelasnya. (u)