Dewasa ini, itik sudah mulai menjadi primadona dalam usaha peternakan di Indonesia. Kenapa tidak? Karena konsumen dan permintaan daging itik yang cukup tinggi, hal ini dipengaruhi oleh olahan daging itik yang mulai digemari oleh masyarakat. Peningkatan populasi ternak itik di Indonesia setiap tahunnya yang bersumber dari data di Badan Pusat Statistik yaitu dari 57.557.451 ekor tahun 2017, menjadi 60.011.540 ekor di tahun 2018.
Khusus untuk provinsi Sumatera Barat, jumlah populasi itik di tahun 2018 adalah 1.149.498 ekor. Angka populasi ini masih tergolong rendah di bandingkan dari jumlah populasi itik di provinsi tetangga seperti Aceh dan Sumatera Utara yang mencapai 3.542.975 ekor dan 3.545.945 ekor pada tahun 2018.
Padahal daerah Sumatera Barat sangat memiliki potensi sebagai daerah pemasok daging itik. Mengingat ada 4 jenis itik yang merupakan plasma nutfah dari Sumatera Barat, yaitu itik Bayang dari Pesisir Selatan dan itik pitalah dari Kabupaten Tanahdatar yang sudah ditetapkan rumpunnya oleh Menteri Pertanian dengan Kepmentan Nomor 2835/Kpts/LB.430/8/2012 untuk Itik Bayang dan Kepmentan Nomor 2923/Kpts/OT.140/6/2011 untuk Itik Pitalah.
Sedangkan dua jenis itik lagi yaitu itik Kamang dari Kabupaten Agam dan itik Payakumbuh atau lebih dikenal dengan itik Sikumbang Jonti dari Kota Payakumbuh di Nagari Koto Baru Payobasung yang memiliki peluang untuk ditetapkan sebagai rumpun asli Sumbar.
Rendahnya jumlah populasi itik di Sumbar diduga karena peternakan itik yang dikelola oleh peternak masih secara tradisional dengan skala usaha kecil hingga menengah dengan jumlah populasi 100 hingga 500 ekor. Pemeliharaan itik dilakukan dengan metode yang sederhana, mulai dari kandang yang seadanya, hingga itik digembalakan di sawah yang berpindah-pindah untuk mencari makan sendiri pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari, tanpa memperdulikan nutrisi pakan dan standarisasi dalam pembuatan kandang. Hal ini pula lah yang menjadi faktor usaha peternakan itik menjadi stuck atau jalan ditempat padahal permintaan daging itik cukup tinggi.
Dalam upaya untuk meningkatkan gairah peternak itik dalam menjalani usahanya, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Kampus II Payakumbuh bergerak terjun langsung ke kelompok peternak itik di Nagari Binaan, Nagari Sungai Kamuyang, Kecamatan Luak, Kabupaten Lima Puluh Kota. Melalui program IPTEK Berbasis Program Studi dan Nagari Binaan (IbPSNB) 2019, para dosen peternakan yang diketuai oleh Ir. Erpomen, MP melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang manajemen pemeliharaan itik yang baik dan benar.
Perlu kita ketahui bahwa penampilan atau produksi yang dihasilkan oleh seekor ternak dipengaruhi hingga 70% oleh lingkungan.Hal ini meliputi manajemen pemeliharaannya seperti nutrisi pakan, perkandangan, manajemen sanitasi, dan kontrol penyakit. Sedangkan sisanya 30% lagi dipengaruhi oleh genetik yaitu dari jenis itik yang kita budidayakan. Hal itu menandakan dengan adanya manajemen pemeliharaan yang baik akan berdampak positif pula dengan produksi itik yang kita pelihara.
Lalu pertanyaannya, bagaimanakah manajemen pemeliharaan itik yang baik? Sedikitnya ada 6 faktor yang perlu kita perhatikan dalam pemeliharan itik berdasarkan peraturan menteri pertanian nomor :35/permentan/OT.140/3/2007 tentang Pedoman budidaya itik yang baik. Pertama adalah lokasi peternakan. Lokasi peternakan yang direkomendasikan adalah lokasi yang tidak dekat dengan daerah permukiman penduduk, dan memiliki sumber air yang cukup. Kedua, perkandangan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun kandang itik, seperti luas kandang yang sesuai dengan kapasitas populasi itik, ventilasi yang mengatur sirkulasi udara di dalam kandang, serta pencahayaan yang masuk kedalam kandang.
Melalui program IbPSNB ini, para dosen Fakultas Peternakan Kampus II Payakumbuh tidak hanya memberikan sosialisasi bagaimana manajemen pemeliharaan itik yang baik, tapi juga turut memberikan sumbangsih bantuan bahan-bahan untuk memperbaiki salah satu kandang peternak itik milik Bapak Pendi. Jenis kandang semi permanen dibuat dengan bantuanpemilik peternakan dan enam orang mahasiswa peternakan. Kandang ini merupakan kandang sistem koloni.
Ketiga adalah pakan. Pakan itikyang diberikan harus cukup dan memenuhi kebutuhan itik setiap harinya. Peternak semestinya memperhatikan formulasi pakan yang diberikan sudah memenuhi kebutuhan nutrisi ternak atau tidak. Keempat adalah jenis bibit itik yang dibudidayakan, apakah itik dibudidayakan bertujuan sebagai pedaging ataupun petelur.
Kelima adalah manajemen sanitasi. Sanitasi sangat penting guna menjamin agar kandang tetap bersih dan mencegah timbulnya penyakit yang berujung pada kematian ternak itik. Terakhir adalah pengontrolan penyakit. Pengontrolan penyakit dapat dilakukan dengan memisahkan antara ternak yang terjangkit penyakit dengan itik yang sehat, guna menghindari penyebaran penyakit serta dengan melakukan vaksinasi.
Adapun melalui kegiatan pengabdian masyarakat ini, diharapkan para peternak itik di Nagari binaan, Nagari Sungai Kamuyang menjadi lebih termotivasi untuk mengembangkan usaha peternakan itiknya, tentunya dengan memperbaiki sistem manajemen pemeliharaan yang tradisional menjadi intensif. Hal ini nanti juga akan berdampak pada peningkatan perekonomian peternakmelalui peningkatan populasi ternak itik lokal sebagai plasma nutfah Sumbar. (Linda Suhartati SPt MSi/Dosen Fakultas Peternakan Unand Kampus Payakumbuh)