PADANG, METRO – Setelah mengalami deflasi selama dua bulan berturut-turut (Agustus-September), Sumatera Barat kembali mencatatkan deflasi pada Oktober 2019. Deflasi terutama berasal dari kelompok bahan makanan dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan.
Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) umum Sumatera Barat pada Oktober 2019 kembali mengalami deflasi sebesar -0,30% (mtm), lebih kecil dibandingkan realisasi deflasi bulan September 2019 yang sebesar -0,97% (mtm). Laju deflasi Sumatera Barat pada Oktober 2019 tersebut lebih dalam dibanding deflasi Kawasan Sumatera yang sebesar -0,16% (mtm) dan inflasi nasional yang sebesar 0,22% (mtm).
Realisasi deflasi Oktober 2019 menjadikan Sumatera Barat sebagai provinsi dengan deflasi terdalam ke-4 dari 15 provinsi yang mengalami deflasi di Indonesia, deflasi tertinggi secara nasional terjadi di Bengkulu (-0,56% mtm), sedangkan inflasi tertinggi secara nasional terjadi di provinsi Sulawesi Utara (1,22% mtm).
Secara tahunan pergerakan harga pada Oktober 2019 menunjukkan inflasi sebesar 2,39% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun 2018 yang sebesar 3,29% (yoy). Secara tahun berjalan, inflasi Sumatera Barat hingga Oktober 2019 mencapai 1,92% (ytd) atau menurun dibandingkan inflasi tahun berjalan September 2019 yang sebesar 2,23% (ytd).
Wakil Ketua Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Wahyu Purnama A mengatakan, kelompok bahan makanan tercatat mengalami deflasi sebesar -0,99% (mtm), meningkat moderat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar -4,02% (mtm). Ditinjau dari komoditasnya deflasi kelompok bahan makanan terutama dari penurunan harga cabai merah, telur ayam ras dan cabai hijau.
“Menurunnya harga cabai merah terus berlanjut seiring dengan masa panen yang masih berlangsung dan pasokan yang berlimpah di dalam Sumbar maupun dari luar Sumbar. Masih berlanjutnya tren deflasi komoditas telur ayam ras dan cabai hijau terjadi seiring terjaganya pasokan dan turunnya permintaan di pasar,” kata Wahyu yang juga menjabat Kepala Kantor Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Barat, Minggu (3/11).
Wahyu menambahkan, untuk kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan terpantau mengalami deflasi sebesar -0,36% (mtm), atau turun dibandingkan bulan September 2019 yang masih mengalami inflasi sebesar 0,41% (mtm). Deflasi kelompok ini terutama didorong oleh turunnya permintaan akan angkutan udara seiring dengan low season pasca liburan.
“Disisi lain, deflasi Oktober 2019 tertahan oleh kenaikan harga beberapa komoditas strategis, seperti bawang merah, beras dan daging ayam ras dengan andil masing-masing sebesar 0,10%; 0,05%; dan 0,04%. Kenaikan harga bawang merah karena pasokan yang mulai terbatas di pasaran akibat keterbatasan pasokan dari Pulau Jawa yang sedang memasuki masa tanam,” ungkap Wahyu.
Untuk harga beras, Wahyu menjelaskan, adanya peningkatan dikarenakan adanya puso di sebagian sentra produksi beras di Sumbar. Harga daging ayam ras yang meningkat karena pasokannya mulai berkurang. Menghadapi berbagai risiko yang ada, TPID di Sumatera Barat secara aktif melakukan berbagai upaya dalam pengendalian inflasi di daerah.
“Upaya tersebut antara lain diwujudkan melalui peningkatan sinergi dalam menjaga kecukupan dan kelancaran pasokan bahan pangan strategis, seperti beras, cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Dalam rangka stabilisasi harga beras, Bulog Divre Sumatera Barat selama Oktober 2019 telah melakukan operasi pasar untuk komoditas beras sebanyak 902,12 ton,” pungkas Wahyu. (rgr)