BUKITTINGGI, METRO – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar berencana menambah 21 alat sistem peringatan dini tsunami atau Early Warning System (EWS) di wilayah pesisir. Pemasangan 21 EWS itu semakin memperkuat sistem peringatan dini tsunami di daerah rawan bencana yang sebelumnya berjumlah 32 alat.
“Tahun ini kita upayakan ada penambahan 21 unit EWS yang disebar untuk daerah kawasan pesisir Sumbar. Sementara, khusus untuk Mentawai akan diajukan penambahan sebanyak 19 unit pada 2020,” kata Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Sumbar, Erman Rahman dalam pembukaan kegiatan Bimtek Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna), Rabu malam (30/10) di Bukittinggi.
Sementara itu, saat ini sudah ada sebanyak 32 unit sirene dalam rangkaian EWS yang tersebar di daerah kawasan pesisir Sumbar. Selain itu, BPBD juga melakukan lintas koordinasi antar instansi untuk penerapan peringatan dini dari rangkain EWS.
Data dari BPBD Sumbar tahun 2018, sirene peringatan dini tsunami sudah ada di setiap wilayah pesisir pantai Sumbar. Rinciannya, BMKG telah menyerahkan 6 unit sirene untuk Sumbar, BPBD ada sebanyak 32 unit sirene, dan setiap tanggal 26 telah dilakukan pengecekan dan dinyatakan kondisinya dalam keadaan baik.
“Dari total yang ada hingga saat ini, maka dinyatakan 90 persen sirene dari BPBD Sumbar dalam kondisi baik,” ujar Erman.
Tahun 2019, terdapat 5 daerah yang keciprantan alokasi anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Yakni, Padangpariaman, Tanahdatar, Kabupaten Solok, Sijunjung dan Kota Sawahlunto. Hal ini sejalan karena anggaran BPBD terkait kebutuhan tersebut pascabencana di Sumbar belum mencukupi.
“Kendala yang kerap dihadapi terkait pengajuan dana rehab/rekon ke pusat adalah sekaitan persoalan data, keakuratan dan kecepatan. Syaratnya harus responsif, segera. Laporan pascabencana harus segera dari kabupaten/kota untuk diteruskan ke provinsi hingga ke pusat,” ujar Erman.
Soal teknis ini, sambung Erman, kerap jadi persoalan dan temuan BPKP sehingga pengjuan dana bantuan rehab/rekon jadi terendala. Oleh karena itu, melalui kegiatan Bimtek Jitu Pasna yang melibatkan jajaran BPBD daerah dan jurnalis di Sumbar, dapat terbangun integrasi dan kolaborasi dalam menghimpun data lapangan yang akurat dan cepat.
Secara umum, tambah Erman, penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penanggulangan bencana pada tahap pascabencana yang dalam pelaksanaannya harus selaras dengan rencana pembangunan, baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional.
Pada kesempatan itu, Kabid Rehab/Rekon BPBD Sumbar, Suryadi mengatakan, guna mendukung terwujudnya penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana yang baik, maka diperlukan fasilitasi penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
“Di mana di dalamnya membutuhkan sumber daya manusia yang mampu melaksanakan pengkajian kebutuhan pascabencana secara cepat, tepat dan terpadu,” kata Suryadi.
Menurut Suryadi, perlu transfer pengetahuan terkait mekanisme pengkajian kebutuhan pascabencana melalui bimbingan teknis Jitu Pasna, khususnya bagi jurnalis di Sumbar. Dengan harapan jurnalis menjadi bagian dari BPBD dan bagian dati Tim Jitu Pasna setelah mengikuti bimtek ini. (mil)