Dia berharap, pemerintah harus memberikan sikap yang tegas untuk mengatasinya. Kalau sudah menyebarkan ideologi, berarti mereka sudah termasuk penjahat. Juga meminta kepada setiap daerah untuk melarang LGBT tersebut di daerahnya, kalau pun ada berhak ditangkap dan diamankan agar tidak merusak yang lain.
“Para pendukung LGBT ini harus ditangkapi kalau mereka sudah merusak yang lain. Habiskan komunitas mereka,” tegas pakar komunikasi ini.
Terpisah, Ketua Umum Yayasan Anak Bangsa & Mandiri Fahira Idris, juga sudah memberikan pernyataan sikap terhadap fenomena LGBT di Indonesia dan dikaitkan dengan Perlindungan Anak. Dalam agama memang tidak tidak ada konsep LGBT dan semua agama menyakini hal yang sama dan menjadi sikap mayoritas masyarakat Indonesia.
“Itu keyakinan dan kepercayaan saya serta hak asasi saya yang juga harus dihormati siapa saja, termasuk LGBT dan para penyokongnya,” tulis Fahira, dalam pernyataan sikapnya terhadap LGBT.
Namun, dia mempersalahkan aksi propaganda mempromosikan LGBT dengan pesan utama “mencintai sesama jenis dan perilaku seks menyimpang adalah hal yang wajar”. Terlebih, propaganda itu gencar menyasar kalangan anak remaja. Apalagi, propaganda secara masif dilakukan lewat berbagai media baik yang konvensional maupun non kovensional, mulai dari buku, musik, film, internet, media sosial, aplikasi chatting dan percakapan.
“Para komunitas LGBT, termasuk para akademisi penyokongnya cuma diam saja melihat tindakan tidak terpuji ini,” tuturnya.
Dia mengingatkan, baik itu penulis, penerbit, pembuat film, perusahaan teknologi informasi atau komunitas-komunitas yang memprogandakan LGBT kepada anak dan remaja, berarti telah melanggar UU Perlindungan Anak dan itu ada sanksi pidananya. ”Saya yakin banyak masyarakat Indonesia lainnya takkan tinggal diam jika terjadi propoganda LBGT di kalangan anak dan remaja,” ucap anggota DPD RI asal DKI Jakarta ini.
Disebutnya, mereka yang sering memproganda LGBT ini selalu berlindung di balik HAM, tanpa sadar propaganda yang mereka lakukan melanggar hak asasi orang lain, melanggar hak-hak asasi anak untuk tumbuh kembang secara wajar dan alamiah. ”Mereka lupa, semua HAM PBB yang jadi rujukan mereka itu harus disesuaikan dengan hukum nasional dan kondisi negara Indonesia,” pungkasnya. (age)