KHATIB, METRO – Sumbar diselimuti kabut asap dalam kurun waktu beberapa pekan terakhir. Asap yang menyelimuti Ranah Minang itu disinyalir merupakan asap ’impor’ dari provinsi tetangga, yakni Riau dan Jambi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar Siti Aisyah mengakui, cuaca di wilayah Sumbar memang berkabut beberapa hari terakhir. Namun paparan kabut asap tersebut bukan berasal dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumbar. Melainkan kabut asap kiriman dari provinsi tetangga (Riau).
“Data kualitas udara di Sumbar per jam masih terbilang relatif baik untuk hari ini (kemarin, red),” kata Siti Aisyah, Selasa (10/9).
Maka dari itu, jelas Siti Aisyah, berdasarkan data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dari DLH Sumbar tercatat Particulate Matter (PM-10) di Sumbar berada di angka 27 dan Sulfur Dioksida (SO2) pada angka 4 dengan status kualitas udara baik.
“Untuk parameter kualitas udara yang meliputi SO2, karbon dioksida (CO2), ozone (O3), nitrogen oksida (NO2) masih masuk kategori sehat,” jelas Siti Aisyah.
Siti Aisyah menuturkan, standar yang digunakan DLH untuk mengukur kualitas udara adalah dengan standar partikel debu PM-10. Sebab, regulasi yang berlaku di Sumbar dengan menggunakan lima parameter pengukuran indeks kualitas udara, yaitu PM10, SO2, CO, O3, dan NO2 yang dipantau selama 24 jam.
“Sedangkan nilai konsentrasi PM 2.5 sudah diatur sebesar 65 ug/m3 (perbandingan dengan baku mutu udara ambien nasional atau ukuran batas unsur pencemar) per 1 jam. Standar ini sedikit lebih rendah dari standar PM10 sebesar 150 ug/m3,” terang Siti Aisyah.
Oleh karena itu, Siti Aisyah mengingatkan masyarakat agar tidak perlu khawatir jika ingin melakukan aktivitas di luar ruangan karena kualitas udara di Sumbar masih baik. Selain itu, masyarakat juga perlu terlibat melakukan pencegahan kebakaran lahan terutama dilingkungan tempat tinggal.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala DLH Kota Padang, Mairizon. Ia mengatakan, kondisi udara Kota Padang masih dikatakan masih baik dan aman. Namun begitu, pihaknya meminta warga untuk jangan terlalu banyak melakukan aktivitas di luar ruangan.
Mairizon mengungkapkan, berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara ambien pada Minggu (8/9) sekitar pukul 07.30 WIB dengan lokasi parkiran kantor Walikota Padang didapatkan hasil parameter PM10 109,6 ug/Nm3 (baku mutu 150) dan TSP 113,5 ug/Nm3 (baku mutu 230).
“Hasil tersebut masih berada di bawah baku mutu berdasarkan PP 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara,” tukasnya.
Seksi Karhutla Dinas Kehutanan Sumbar, Dudi Badrudin. Menurut pantauan dari Dinas Kehutanan terkait kondisi udara di Sumbar saat ini masih dalam kondisi baik. Sehingga menunjukkan kualitas udara yang tidak memberikan efek buruk bagi kesehatan manusia.
“Kita perkirakan kondisi udara di Sumbar yang berkabut belakangan ini dipengaruhi oleh Provinsi Riau,” kata Dudi.
Selain itu berdasarkan pantauan hot spot (titik api) di Sumbar, Dudi mengaku memang ditemukan empat hot spot. Akan tetapi masih dengan tingkat kepercayaan dibawah 60 persen. Artinya, belum bisa dipastikan bahwa itu adalah titik api atau belum mengkhawatirkan.
“Ya kadang-kadang kayak gini lah kan (kondisi udara di Sumbar, red). Kadang-kadang memang ada kabut asap. Memang di Riau dan Jambi itu sudah terjadi kebakaran hutan yang cukup besar,” kata Dudi.
Sementara di Sumbar, sambung Dudi, hingga saat ini tidak ada laporan kebakaran. Maka bisa disimpulkan Sumbar aman dalam artian belum berdampak besar kepada kesehatan masyarakat seperti terserang ISPA dan harus menggunakan masker meskipun ada kebakaran di Riau.
“Misalnya masyarakat harus pakai masker, terserang ISPA, itu di Sumbar tidak ada. Kalaupun ada asap, itu pun kirimam Riau dan Jambi,” sebut Dudi.
Disinggung perihal kebakaran dengan tingkat kepercayaan rendah tersebut, Dudi mencontohkan, terjadi di Bukit Nobita, dan daerah Sijunjung tepatnya di Padang Tarok. Sehingga kebakaran tersebut tidak perlu menurunkan tim besar karena lahan yang terbakar tidak terlalu besar.
“Lahan yang terbakar hanya 1 hektare (ha), jadi sebelum kita turun ke lokasi lahan yang berdampak sudah lebih dulu dipadamkan, dan belum berdampak secara signifikan kepada masyarakat,” ulas Dudi.
Terkait daerah rawan karhutla, Dudi membeberkan, berdasarkan pengalaman Dinas Kehutanan yang paling sering terjadi kebakaran yaitu, di Pesisir Selatan (Lunang Silaut dan Tapan), Pasaman Timur (Panti dan Rawa Batunggul), Dharmasraya (Pimpeh), Limapuluh Kota (Kapur Sembilan).
“Kebetulan ini musim kemarau, harapan kita janganlah masyarakat membekar lahan dengan cara membakar. Karena dengan bakar yang kering meskipun sedikit saja otomatis api sudah merembet,” tukasnya. (mil)