JATI, METRO – Sejak Januari hingga Juli 2019, laporan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Sumbar yang masuk ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbar cukup tinggi. Berdasarkan data sementara yang dihimpun Dinkes dari awal tahun hingga saat ini, jumlah penderita DBD yang dilaporkan mencapai 1.234 orang.
Dari jumlah ini, angka kematian yang disebabkan kasus DBD mencapai 4 orang. Angka kematian tersebut masing-masing daerah terdapat 1 kasus yakni, di Kota Bukittinggi, Kota Solok, Kabupaten Tanahdatar, dan Kabupaten Pasaman.
Dinkes mencatat, jumlah kasus penderita DBD dari tahun lalu hingga tahun ini menurun signifikan. Pada tahun 2018, Dinkes menerima 2.203 kasus dengan angka kematian mencapai lima orang. Sementara, Januari 2017 terdapat 310 kasus. Dari 19 kabupaten/kota di Sumbar hanya Mentawai yang tidak ada kasus DBD.
Sepanjang Januari 2016 silam ada 790 kasus penyakit mematikan tersebut. Lima di antaranya meninggal dunia. Empat di Padang dan satu di Bukittinggi. Hanya saja dibanding 2015, dalam kurun yang sama, kasus DBD di Sumbar kembali terjadi peningkatan. Pada Januari 2015, hanya ada 295 kasus dan tiga pasien meninggal.
Namun, Juli 2019 dari 19 kabupaten/kota di Sumbar, hanya enam daerah yang terdampak kasus DBD. Kota Padang tetap menjadi kota dengan jumlah kasus tertinggi, baik dari data Januari 2019 hingga Juli 2019. Dari 29 kasus yang terjadi pada bulan Juni lalu, meningkat menjadi 40 kasus pasa bulan Juli ini.
Posisi kedua pada Juli 2019, ditempati Kabupaten Pasaman dengan 12 kasus. Selanjutnya diikuti Kota Bukittinggi yang mana terdapat 4 kasus, Kabupaten Tanahdatar dengan 3 kasus, Kabupaten Padangpariaman sebanyak 2 kasus, dan Kabupaten Sijunjung dengan 1 kasus.
“Data dari Januari-Juli 2019 ada sebanyak 1.234 kasus DBD di Sumbar. Dari jumlah ini, empat orang ditanyakan meninggal dunia. Khusus bulan Juli saja, tercatat 62 kasus DBD. Pada bulan Juli ini hanya enam daerah yang terkena DBD. Sedangkan 13 daerah lagi nihil,” kata Kepala Dinkes Sumbar, Merry Yuliesday kepada POSMETRO, Rabu (31/7).
Sejalan dengan kasus itu, Merry mengimbau agar sosialiasi terhadap pencegahan penyebaran penyakit DBD dapat lebih ditingkatkan di kabupaten/kota. Pasalnya, saat ini kasus DBD di Sumbar masih cukup tinggi.
“Sosialiasi ke masyarakat untuk meningkatkan budaya hidup bersih perlu ditingkatkan. Dinkes kota dan kabupaten harus lebih gencar lagi memberikan edukasi untuk setiap masyarakat peduli dengan kebersihan lingkungan sekitarnya,” sebut Merry.
Merry menyarankan, pemberantasan perkembangan nyamuk Aedes Aegypti yang menjadi penyebab DBD tersebut dapat dilakukan di setiap lingkungan. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus maksimal terlaksana. Upaya ini cara pencegahan sejak dini, selain dari fogging yang dilakukan untuk membasmi nyamuk dewasa.
“Bagaimana masyarakat dapat membersihkan tempat penampungan air secara berkala. Setiap rumah perlu ada Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Kemudian, PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba. Sebab, meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD ini,” jelas Merry.
Merry menyampaikan dengan lingkungan yang bersih, tentunya tempat nyamuk berkembang biak bisa dibasmi. Jika telah ada gejala terjangkit DBD, diharapkan masyarakat dengan cepat bertindak dan melakukan pencegahan.
“Segera ke dokter, dan lakukan pemeriksaan. Budaya hidup bersih perlu ditingkatkan, sebab dengan lingkungan yang bersih, perkembangan jentik nyamuk bisa dicegah, sehingga risiko tertular DBD ini bisa dihindari,” tukasnya.
Lakukan Fogging
Sementara itu, anggota Komisi IV DPRD Padang, Fakhri Bahar meminta Dinas Kesehatan Padang melalui Puskesmas agar bergerak aktif mengurangi penularan penyakit melakukan fogging focus (pengasapan). Dengan sasaran fasilitas pendidikan.
“Dinkes agar terus bergerak aktif. Sanitarian dan petugas DBD di seluruh puskesmas agar turun ke lapangan melakukan pencegahan DBD. Termasuk fogging focus ke sekolah-sekolah dan rumah warga di wilayah masing-masing,” ucap Fakhri Bahar.
Upaya pencegahan dengan melakukan fogging disekolah tersebut dilakukan, jelas Fakhri Bahar, lantaran selama ini berdasarkan hasil survei, banyak siswa terkena DBD. Dengan upaya fogging ini diharapkan dapat mengurangi penyebaran atau memutus rantai penularan nyamuk Aedes Aegepty.
Beberapa sekolah mengaku khawatir akan penularan DBD semakin bertambah. Maka Fakhri Bahar berharap, dengan upaya fogging ini, sebagai respon Dinkes terhadap kasus DBD. Apalagi distribusi kasus DBD sebagian adalah anak sekolah maka waktu terpapar gigitan nyamuk diperkirakan di lokasi sekolah.
Sementara itu, anggota Komisi IV Ilham Maulana mengimbau kepada sekolah-sekolah, untuk lebih mewaspadai penyakit DBD memasuki masa peralihan musim.
“Kami berharap, Disdik Padang juga dapat menyampaikan imbauan terkait peningkatan kewaspadaan kepada sekolah-sekolah terhadap penyakit DBD. Dengan demikian, pihak sekolah bisa lebih rajin dalam menjaga lingkungan, terutama menghindari potensi sarang nyamuk,” ungkap Ilham Maulana.
Ilham Maulana ingin sekolah-sekolah bisa menggiatkan kerja bakti, dan membersihkan kubangan-kubangan air, karena pada musim peralihan ini, potensi perkembangbiakan nyamuk sangat tinggi. Dia berharap, para camat dapat menyosialisasikan pentingnya menjaga lingkungan agar bersih dari genangan air.
“Di dalam rumah itu banyak potensi sarang nyamuk, mulai dari dispenser, bak mandi, ember yang terisi air. Kalau misalnya di luar ada talang air, tolong jangan sampai tersumbat, parit juga harus bersih,” pungkasnya. (mil)