LIMAPULUH KOTA, METRO – Upaya pemerintahan kecamatan dan nagari melakukan mediasi antara PT SRI (Sumatera Resources Internasional) dengan sekelompok petani gambir Nagari Pangkalan, akhirnya menemui jalan buntu. Akibatnya perusahaan PTSRI tidak dapat beroperasi dan terpaksa merumahkan karyawannya.
Di mana sejak beberapa waktu lalu ada upaya larangan oleh sekelompok warga Jorong Banjaronah kepada pihak supplier terkait pemasokan bahan baku daun gambir ke perusahaan pengolahan gambir milik PT.SRI yang berada di Jorong Banjaronah.
Menurut Konsultan PT.SRI, Pepi, mewakili pihak perusahaan yang dihubungi media di Banjaronah, Sabtu (27/7) menyebutkan bahwa, karena buntunya penyelesaian kekisruhan antara warga Jorong Banjaronah dengan pihak PT.SRI.
“Upaya untuk menyelesaikan persoalan antara warga Jorong Banjaronah dengan pihak perusahaan sudah dilakukan Pemerintahan Nagari, Camat dan Polsek Pangkalan. Namun upaya untuk mendudukan persoalan atas tuntutan warga agar harga daun gambir dinaikan sesuai keinginan mereka, tidak dapat dipenuhi pihak perusahaan. Pasalnya, pihak perusahaan membeli daun gambir kepada petani sesuai dengan harga pasar dunia,” sebut Pepi didampingi puluhan kariawan-kariawati PT. SRI, yang terpaksa dirumahkan oleh manajemen perusahaan PT.SRI karena tidak ada aktifitas perusahaan di lokasi pabrik.
Menurut Pepi, tak hanya ratusan kariawan/ti dan petani gambir asal Kecamatan Pangkalan, Kapur IX, Harau dan Kampar saja yang terancam kehilangan pendapatan akibat tidak beroperasinya perusahaan milik PT. SRI.
“Ada sebanyak 14 orang tenaga teknis asing asal India yang dipekerjakan di perusahaan Pemodal Asing (PMA) asal India itu, sejak Kamis (25/7) kemarin sudah pergi meninggalkan pabrik karena tidak ada aktifitas pengolahan gambir,” sebut Pepi.
Diakuinya, sejauh ini 3 dari 4 tuntutan warga Banjaronah yakni soal limbah pabrik, soal tenaga kerja serta pembentukan Bagian Humas di perusahaan, sudah dapat dipenuhi pihak PT.SRI.
Hanya satu lagi tuntutan warga Banjaronah soal harga daun gambir agar dinaikan sesuai keinginan mereka, tidak dapat dipenuhi dan masih terjadi polemik antara petani gambir dengan PT.SRI karena nilai beli pihak perusahaan terhadap daun gambir yang dipasok para petani tergantung berapa harga pasar dunia.
“ Tidak mungkin pihak perusahaan mampu membeli daun gambir sesuai dengan keinginan warga, karena saat ini harga daun gambir di pasar dunia masih berkisar Rp1900 perkilo. Namun, khusus untuk warga Jorong Banjaronah disepakati bahwa harga daun gambir dinaikan menjadi Rp2000 perkilo. Sayangnya, solusi ditawarkan pihak perusahaan, tidak disetujui warga sehingga kisruh soal harga daun gambir ini belum menemukan titik temu,” ujar Pepi.
Disamping perusahaa tidak beroperasi tentu dampak lebih luasnya dengan terancamnya keberadaan PT.SRI sebagai perusahaan Pemodal Asing di Kabupaten Limapuluh Kota, tentu akan melahirkan image buruk bagi sektor investasi di negeri ini.
“Tegasnya, Pemodal Asing merasa tidak nyaman dan merasa tidak dilindungi untuk menanamkan investasinya di daerah ini. Akibatnya, akan berdampak buruk bagi sektor ekonomi daerah dan masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota,” sebut Pepi berharap kisruh ini menjadi perhatian Bupati Lima Puluh Kota.
Walinagari Pangkalan Rifdal Laksamano dan Wali Jorong Banjaronah, Rio Hendra serta Camat Pangkalan, Zulkifli Lubis yang dihubungi di Pangkalan, Sabtu (27/7) menyebutkan bahwa, upaya penyelesaian kisruh antara warga Banjaronah dengan pihak PT.SRI sudah dilakukan beberapakali.
“Bahkan, dalam beberapakali rapat resmi yang dilakukan di kantor Walinagari dan Camat serta di Polsek Pangkalan yang dihadiri pihak PT.SRI, warga dan pejabat dari dinas terkait dari pemkab Limapuluh Kota, upaya penyelesaian kisruh itu tidak ada titik temu,”ujar Camat Pangkalan, Zulkifli Lubis, senada dengan Walinagari Pangkalan Rifdal Laksamano dan Wali Jorong Banjaronah, Rio Hendra. (us)