Ir.H.Suparman,SH,MH,M.Si
BERGULIRNYA reformasi pemerintahan yang dipelopori oleh para mahasiswa angkatan tahun 1966 dan angkatan tahun 1998 telah membawa banyak perubahan dalam sistem pemerintahan dan ketatanegaraan. Reformasi yang telah mengorbankan jiwa dan raga itu seolah telah menemukan roh dari sistem pelayanan pemerintahan yang sesungguhnya.
Namun, zaman terus berubah, mental aparatur pemerintahan kita mulai kendur dari semangat reformasi itu sendiri. Rakyat terkadang dilihatnya bukan sebagai ”tuan” atas pelayanannya tetapi jusrtru dipandang sebagai orang yang bodoh, orang yang perlu diatur-atur, orang yang perlu disuruh-suruh dan lain sebagainya. Rakyat yang seharusnya sebagai ”tuan” atas sistem pemerintahan itu sendiri justru menjadi pihak yang terabaikan.
Hal itu terungkap dalam perbincangan POSMETRO dengan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jasa Konstruksi (LBH-JK) Ir. Suparman, SH, MH, M.Si, di kantornya, Jalan Pemuda Dalam No.11 B, Kota Padang. Peran serta masyarakat serta pemuda dalam mengawasi kinerja penyelenggara negara merupakan suatu hal yang penting. Dalam negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi masyarakat tidak hanya menjadi objek pengaturan dari pemerintah akan tetapi juga menjadi pelaku dari setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Oleh karena itu peran serta masyarakat dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah merupakan suatu keniscayaan. Tentunya peran serta masyarakat dan pemudanya tersebut sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam Pasal 8 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaaran Negara yang Bersih Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, menegaskan bahwa, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak dan tanggungjawab masyarakat untuk ikut mewujudkan penyelenggara negara yang bersih.
”Maka negara wajib mengikutsertakan masyarakat dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, karena hal tersebut merupakan hak dan tanggungjawab warga negara untuk berperan aktif dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peran serta masyarakat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 adalah masyarakat mempunyai hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara, seperti yang ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a UU No. 28 Tahun 1999 tersebut,” ulas Ketua Umum Masayarakat Konstruksi Indonesia (MKI) Provinsi Kepri itu.
Partisipasi publik dalam penyelenggaraan negara merupakan suatu hal yang sangat penting dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik (good government), dengan partisipasi publik tersebut maka akan tercipta suatu pemerintahan yang akuntabel dan transparan sebagai syarat utama terwujudnya good government yaitu, pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dengan terciptanya good government tersebut maka tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
”Kini saatnya masyarakat, pemuda perlu menyadari tentang tugas utama dari pemerintah itu sendiri yakni memberikan pelayanan umum (public service), pembangunan (development) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Ketiga fungsi tersebut di atas menjadi alasan mendasar mengapa diperlukan pemerintah dalam sebuah negara. Apabila tidak dapat mengemban ketiga misi ini secara baik, harus dipertanyakan; apakah pemerintah masih dibutuhkan?,” tegas Suparman yang dikenal vokal memerangi korupsi dan proyek yang merugikan masyarakat.
”Lihat saja mulai dari pengalokasian jatah anggaran. Siapa yang lebih besar menggunakan kekayaan negara? Justru para aparatur pemerintahan. Biaya atau belanja aparatur seluruh daerah jauh lebih besar ketimbang belanja pembangunan. Untuk datang ke desa saja yang berjarak satu atau dua kilo meter dari kantor harus mengantongi surat perintah perjalanan dinas (SPPD). Isi dari kandungan SPPD itu sebenarnya bukan pada maksud dan tujuan perjalanan itu sendiri melainkan berapa besar rupiah yang tertera di dalamnya. Maka jadilah rakyat yang ”ditunggangi” oleh para aparatur negara kita,” tukas Suparman.
Tugas pemerintah yang pertama adalah memberikan pelayanan publik (public service). Menurut (Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2009), pelayanan publik diartikan sebagai suatu kegiatan/rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan di berbagai bidang bagi setiap warga negara. Jika kita berbicara tentang pelayanan maka unsur dari pelayanan itu sendiri antara lain berupa barang, jasa dan administratif. Pelayanan publik ini disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik atau pemerintah yang direpresentasikan pada dinas, badan, kantor, bagian atau bentuk lain dari satuan kerja perangkat daerah dan negara.
Pengawasan Publik
Menurut Suparman, masyarakat, pemuda dan pemudi harus mengawasi jalannya penggunaan APBN mulai dari perencanaan. Masyarakat berhak mendapatkan data bagi yang ingin tahu tentang pembangunan. Karena pembangunan itu dibiayai oleh pajak. Hal-hal yang harus diketahui oleh masyarakat adalah—, dari mana dan berapa anggaran proyek. Apakah proyek tersebut dilelang atau tidak, apakah anggaran yang dikeluarkan sesuai dengan pekerjaan, bagaimana jalan pelaksanaan proyek serta perusahaan apa yang mengerjakannya.
”Masyarakat harus proaktif dan tahu kredibilitas perusahaan atau kontraktor yang ikut tender. Kapan perlu minta alamat dan nomor teleponnya. Media juga harus proaktif dalam mengawasi pelaksanaan proyek. Kalau bisa media itu seperti penciuman macan atau burung elang. Macan kalau mencium bau sesuatu pasti akan dicari dimana sumber bau tersebut. Begitu juga dengan elang. Ketika ia melihat ada mangsa maka akan dikejar walaupun melawan arah angin,” ulas Suparman.
Ketua Pemuda Pancasila Bidang Kumunikasi dan Informasi Provinsi Kepri ini menjelaskan, penyimpangan pada proyek konstruksi yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABPN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masih marak di Sumbar. Karena itu Lembaga Bantuan Hukum Jasa Konstruksi (LBH-JK) meminta agar masyarakat turut mengawal dan mengawasi keberadaan setiap proyek konstruksi yang didanai dengan uang rakyat.
”Realitasnya praktik-praktik penyimpangan masih tetap marak. Kita juga heran ternyata penegakan hukum oleh KPK dan aparat penegak hukum lainnya tidak membuat jera para mafia proyek,” kata Suparman.
Menurut Suparman, penyimpangan dan kecurangan-kecurangan penyelenggaraan proyek konstruksi tersebut sudah dimulai sejak proses perencanaan, tender dan saat pelaksanaan. Yang terlibat melakukan penyimpangan beragam, mulai dari perusahaan perencanaan, konsultan, perusahaan pelaksana proyek hingga jajaran pimpinan proyek, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran (KPA) serta Kelompok Kerja (Pokja) pelaksana proyek.
”Tender diatur sedemikian rupa sehingga yang dimenangkan adalah orang-orang tertentu yang terlibat dalam pengaturan proyek. Negara sangat dirugikan, karena perusahaan yang efisien atau rendah penawarannya tiba-tiba perusahaan itu bisa dihilangkan saja oleh panitia tender. Yang sangat keterlaluan pada proyek APBN, tapi sepertinya di daerah juga sudah ikut-ikutan bermain seperti itu,” sebut Suparman.
Sehubungan kondisi tersebut dia mengajak agar masyarakat, LSM, OKP, dan para pemuka masyarakat ikut terlibat dalam pengawasan pelaksanaan proyek. Karena hak masyarakat mengawal dan mengawasi pelaksanaan proyek-proyek pemerintah tertuang di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
Yang perlu dikawal kata Suparman; pertama, banyaknya penyimpangan yang dilakukan PA atau KPA serta Pokja dalam proses pelelangan dan penetapan pemenang lelang. Kedua, seringnya terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan yang telah ditetapkan secara teknik dan administrasi, serta penyimpangan jumlah volume yang dikerjakan.
”LBH JK punya data-data yang akurat, tentang lelang yang dilakukan PA/KPA serta Pokja proyek APBN tahun 2015 dan juga proyek beberapa kabupaten/kota se-Sumbar. Dengan data-data itu, akan bisa mengawasi pelaksanaan proyek tersebut, apakah sesuai dengan spesifikasi dalam administrasi lelang atau tidak. Yang jelas kita sudah tahu tentang dugaan-dugaan penyimpangan pada proyek itu,” kata Suparman sembari mengatakan bahwa LBH JK sangat konsen mengawal proyek jalan, jembatan, drainase dan gedung. Dia juga mengajak LSM yang ada di daerah ini untuk bersama-sama mengawasi serta menjalankan fungsi kontrol masyarakat dalam pelaksanaan proyek. (ren)















