PARIAMAN, METRO – Walikota Pariaman H Genius Umar menyampaikan bahwa daerahnya memiliki desa dan nagari, tetapi dalam struktur organisasi masyarakat adat yang diakui tapi tidak masuk dalam struktur pemerintahan.
“Posisi pariaman tetap dalam posisi sekarang dan belum mengacu kepada perda yang ada. Saya pikir adat itu telah tumbuh yang akarnya dari masyarakat adat, sejak zaman Belanda datang sudah ada, kita pemerintah dalam posisi tidak mengkooptasi masyarakat adat, kita tidak terlalu banyak mengatur tetapi diatur sendiri oleh masyarakat adat tersebut,” kata Walikota Pariaman H Genius Umar saat Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DMPDes) Kota Pariaman menggelar kegiatan sosialisasi peraturan daerah (perda) nomor 7 tentang nagari, kemarin.
Katanya, jadi, posisi nagari kemudian dengan kerapatan adat nagari (KAN) yang posisinya adalah berdampingan dan kemudian tokoh masyarakat adat tersebut memberikan nasehat kepada pemerintah desa maupun kecamatan.
Turut hadir Kepala DPMDes Provinsi Sumbar, Kepala DPMDes Kota Pariaman, Efendi Jamal, narasumber Rusdi Lubis (mantan sekdaprov sumbar), Kurnia Warman (dosen fakultas hukum Unand Padang), Akmal (ketua pusat studi MHI UNP) dan peserta sosialisasi dari perangkat desa/kelurahan dan tokoh masyarakat se-Kota Pariaman.
Kemudian, untuk hukum adat dan regulasi adat tidak perlu dibentuk lembaga tersendiri karena itu menurut masyarakat adat itu sendiri, dalam posisi ini Kota Pariaman belum membentuknya, sistemnya masyarakat yang menentukan dan membuat aturannya sendiri.
Sementara itu, menurut narasumber, Rusdi Lubis mengatakan bahwa nagari di Provinsi Sumbar sebagai kesatuan masyarakat hukum adat telah lama ada, pada perjalanan sistem pemerintahan negara, nagari tidak saja sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dan juga penyelenggara pemerintahan.
“Telah berbagai peraturan yang mengatur nagari berupa keputusan gubernur, pergub dan perda. Pengaturan nagari ini dipengaruhi oleh peraturan perundangan nasional, dikenal undang-undang nomor 5 tahun 1979, undang-undang nomor 22 tahun 1999, undang-undang nomor 32 tahun 2004 dan terakhir undang-undang nomor 6 tahun 2014,” terang dia.
Kurnia Warman, selaku dosen fakultas hukum Unand Padang, juga menambahkan bahwa secara adat pemerintahan nagari merupakan pemerintahan otonom yakni adat salingka nagari. Dalam konteks bernegara, pemerintahan nagari merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintahan negara (NKRI).
“Akibatnya hukum adat dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari tidak lagi utuh seperti nagari sebelum adanya negara atau semi-authonomus in social field. Dan nagari mendapat pengaruh dari rezim atau historis,” jelasnya.
Ia juga mengatakan bahwa tujuan ditetapkannya peraturan daerah ini adalah agar nagari, sebagai kesatuan masyarakat hukum adat secara geneologis dan historis, memiliki batas-batas dalam wilayah tertentu, memiliki harta kekayaan sendiri, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat serta memilih atau mengangkat pemimpinnya, mampu menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan hak asal usul dan hukum adat (Pasal 3). (efa)