JAKARTA, METRO – Setelah mengikuti proses persidangan yang panjang, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menyampaikan putusannya. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan menolak seluruh permohonan gugatan hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dengan putusan tersebut, dipastikan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin menjadi pemenang Pilpres 2019.
“ Setelah mempertimbang bukti-bukti dan pernyataan saksi-saksi dalam persidangan, maka MK mengadili, menyatakan, dalam eksepsi menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan: menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan dalam sidang gugatan hasil Pilpres di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).
Dalam sidang terbuka dan bisa disaksikan secara langsung oleh masyarakat Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan menolak klaim kemenangan pasangan Prabowo Subianto – Sandiaga S Uno sebagaimana tertuang dalam dalil gugatan atas hasil Pilpres 2019. MK menganggap klaim kemenangan Prabowo – Sandi sebesar 52 persen tidak didukung bukti kuat.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan atas gugatan Prabowo – Sandi menyatakan, kuasa hukum duet calon presiden dan calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Adil Makmur itu tak bisa membuktikan klaim kemenangan. Menurutnya, kuasa hukum Prabowo – Sandi tak menunjukkan bukti hasil penghitungan suara Pilpres 2019 di 34 provinsi.
“Setelah mahkamah mencermati, pemohon tidak melampirkan bukti hasil rekapitulasi yang lengkap dari 34 provinsi sebagaimana didalilkan pemohon. Tidak lengkap bagi seluruh TPS,” ucap Arief dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6).
Lebih lanjut majelis berpendapat kuasa hukum Prabowo – Sandi hanya melampirkan bukti berupa foto dan hasil pemindaian formulir C1 untuk mengklaim kemenangan di Pilpres 2019. MK, kata Arief, meragukan keabsahan hasil foto dan pindai tersebut.
“Bukan C1 resmi yang diberikan pada saksi pasangan 02 (Prabowo – Sandi, red),” ungkap dia.
Selain itu, kata Arief, kuasa hukum Prabowo – Sandi juga tidak membeber alasan tentang hasil penghitungan suara versi mereka berbeda dari rekapitulasi KPU. “Dalil pemohon tidak lengkap dan tidak jelas karena tidak menunjukkan secara khusus di mana ada perbedaan, pemohon juga tidak melampirkan bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah,” kata Arief.
Berdasar hitungan BPN Prabowo – Sandi pula duet Joko Widodo – KH Ma’ruf Amin (Jokowi – Ma’ruf) meraih 63.573.169 suara atau setara 48 persen. Hanya saja berdasar hitungan KPU, Jokowi – Ma’ruf menang dengan raihan 85.607.362 suara atau 55,50 persen, sedangkan Prabowo – Sandi meraih 68.650.239 suara (45,50 persen).
Selain itu, dalam konklusi, MK berkesimpulan, berwenang mengadili permohonan a quo. Pemohon disebut memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo. Selain itu, permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan; eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
MK menyatakan penanganan pelanggaran administratif yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pemilu merupakan kewenangan Bawaslu. Sedangkan kewenangan MK disebut sesuai undang-undang adalah tentang perselisihan hasil penghitungan suara.
Dalam putusannya, MK menolak semua dalil permohonan Prabowo-Sandiaga. MK menilai dalil yang diajukan tidak beralasan menurut hukum karena pemohon tidak bisa membuktikan dalil permohonannya dan hubungannya dengan perolehan suara. Dalil yang ditolak di antaranya soal money politics atau vote buying oleh Jokowi-Ma’ruf. Adapun dalil yang dimaksudkan terkait dengan penyalahgunaan anggaran hingga program negara oleh Jokowi.
Menurut majelis hakim MK, tim hukum Prabowo-Sandiaga juga tak merujuk pada definisi hukum tertentu terkait money politics atau vote buying. Tim 02 tidak membuktikan secara terang hal-hal yang didalilkan itu mempengaruhi perolehan suara Prabowo-Sandi ataupun Jokowi-Ma’ruf. Majelis hakim menyebut, dalam persidangan, tidak terungkap apakah pemohon sudah melaporkan dugaan pelanggaran yang didalilkan itu kepada Bawaslu atau belum.
Kemudian, dalil permohonan soal dugaan ketidaknetralan aparat. Menurut Mahkamah, pemohon, yakni tim Prabowo-Sandiaga, tidak memberikan bukti meyakinkan soal dalil ketidaknetralan aparatur negara. Bukti pemohon yang diperiksa adalah surat, video, dan keterangan saksi.
“Misal bukti P111, setelah memeriksa saksama, ternyata isinya berupa imbauan presiden kepada jajaran Polri untuk mensosialisasikan program pemerintah. Hal itu adalah sesuatu wajar yang dilakukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintah. Tidak ditemukan adanya ajakan memilih paslon tertentu dan bukti-bukti tertulis yang diajukan pemohon seluruhnya hanya berupa fotokopi berita online (yang) tidak serta-merta menjadi bukti tanpa didukung bukti lain. Masih dibutuhkan bukti lain karena harus dibuktikan pengaruhnya,” kata hakim konstitusi.
MK juga menguraikan dalil gugatan Prabowo-Sandi soal dugaan pengerahan pejabat negara dan pelanggaran netralitas ASN, mulai dari percepatan THR ASN, kenaikan honor pendamping dana desa, dukungan sejumlah kepala daerah, hingga aksi sejumlah menteri yang dinilai mengampanyekan Jokowi. MK lalu menguraikan bahwa segala permasalahan tersebut sudah diproses oleh Bawaslu.
Soal dalil mengenai Situng terkait Prabowo-Sandiaga kehilangan suara 2.871 suara dalam sehari. Dalam dalil tersebut, disebutkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin justru bertambah suaranya.
“Bukti video yang dimaksud hanyalah narasi yang menceritakan adanya akun Facebook yang bertambah dan hilangnya suara paslon. Sesuai dengan posisi Situng yang bukan merupakan basis rekapitulasi suara hasil karena masih dimungkinkan adanya koreksi dan perubahan. Narasi tersebut sama sekali tidak menjelaskan apapun terkait dengan hasil akhir rekapitulasi perolehan masing-masing paslon,” tutur hakim konstitusi Enny Nurbaningsih.
Kemudian, terkait gugatan Prabowo-Sandiaga yang menyoal netralitas ASN. MK menegaskan penyelesaian persoalan netralitas ASN merupakan kewenangan Bawaslu. MK juga menganggap dalil adanya TPS siluman yang diajukan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam gugatan sengketa hasil pilpres 2019 tidak jelas. Alasannya, MK menilai dalil tersebut tidak dapat diperiksa karena bukti yang diajukan oleh tim 02 tidak bisa menunjukkan dengan jelas TPS siluman yang dimaksud.
MK juga menyebut dalil tim hukum Prabowo -Sandiaga mengenai Daftar Pemiliih Tetap (DPT) tidak wajar 17,5 juta ditambah Daftar Pemilih Khusus (DPK) 5,7 juta adalah tidak wajar dan menimbulkan penggelembungan suara bagi Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin tidak terbukti. MK menyatakan argumen terkait itu tidak relevan. (jpnn)