FDB dan saya dipertemukan dalam gelanggang pikiran seni, budaya dan sastra. Bagi saya, FDB adalah penggila sastra. Ia juga gemar menulis. Bahkan, sering FDB melihatkan naskah puisi yang belum ia terbitkan. FDB politisi yang bersastra-sastra dalam gerakan cinta tradisi. FDB bahkan sangat suka pada silek tradisi. Hobi kami sama. Pernah bersama FDB kami membina beberapa sasaran silek tradisi.
FDB bagi saya adalah tokoh “berkemajuan”. Ketika saya bukan kembali konsep smartcity FDB semasa mencalonkan diri jadi Wako Bukittinggi, baru saya tersintak, ternyata “smartcity” FDB adalah pikiran gemilang di bawah langit kota Bukittinggi yang sejuk yang berdentang dari lonceng jam gadang !
Baiklah, kini saya memang benar-benar terpancing untuk kembali menulis. Karena harapan kita sama, Luhak Nan Tuo nagari asal nenek moyang orang Minangkabau, harus lekas-lekas maju. Jangan sampai “manuo” lalu ringkih kemudian renta.
Luhak Nan Tuo harus ‘muda’ dalam kemajuan pikiran dan makin kukuh bersandar pada Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah. Maju ekonominya. Maju budayanya. Maju pariwisatanya.Maju Pendidikannya. Maju pertaniannya. Maju pembangunan ruang “dadanya” dalam segala ketaqwaan masyarakatnya dan dijauhkanNya dari segala bencana. Kuat dalam semangat sosial nan saciok bak ayam sadanciang bak basi.
Kini misi moral dan sosial saya dan kita yang sependapat adalah berupaya meyakinkan FDB untuk maju menjadi calon bupati Tanahdatar. Boleh saja ia gagal menjadi walikota di Bukittinggi karena dianggap “orang luar”. Tapi tentu saja tidak untuk di Tanahdatar kampung halamannya. Setidaknya begitulah harapan kita bersama.
Mohon, yakinkan saya untuk meyakinkan FDB sekali lagi. Bahwa ini kesempatan baginya bila ingin benar-benar tergerak membangun kampung halaman sendiri. Bila sekiranya saya tak mampu meyakinkan FDB, saya mohon kepada sahabat semua untuk ikut bersama-sama dengan saya meyakin FDB maju jadi calon Bupati Tanahdatar.
Kalau soal partai, tak usah kita ragu. PKB sejak kepemimpinan FDB mengalami kemajuan yang sangat pesat. Ada 25 anggota DPRD dari PKB untuk kota dan kabupaten di Sumbar dan 3 kursi di DPRD Sumbar. Total kursi PKB 28. Dengan jumlah kursi tersebut, tentu “tawar politik” PKB tak bisa dianggap remeh.
Lagi pula, untuk berjaga-jaga, masih ada jalur independen. Banyak calon independen yang sukses jadi kepala daerah. Salah satunya, Ramlan di Bukittinggi. Yang penting, apakah FDB bersedia ‘pulang kampung” kalau diminta dan dibutuhkan massa dan masa?
Itu tugas pertama kita, sahabat.
Yakinlah sanak saudara semua….
Bagi saya, FDB adalah tokoh yang Tangguh, gigih, kuat dan “smart”. Mengapa? Orang kuat. Orang Tangguh. Ketangguhan dan kekuatan bagi saya bukan soal otot yang kekar. Orang kuat, sebagai mana pepatah dunia mengatakan: “ Orang kuat dan orang tangguh adalah orang yang bila tiap jatuh berdiri kembali. Bila tiap gagal, ia bangkit lagi.
FDB gagal duduk di DPR RI. FDB gagal jadi walikota Bukittinggi. Bukan saya mencari-cari alasan, kegagalan FDB duduk di DPR RI lantaran, di Sumbar nyaris sebagian besar caleg yang partainya pro-Jokowi gagal meraih kursi. Mereka seakan ditenggelamkan dengan isu negatif “jangan pilih dia karena partainya penista agama!”.
Tenggelamkan….!
Gagal jadi walikota di Bukittinggi karena FDB dianggap bukan orang Bukittinggi ! Keniscayaan saya, Tanahdatar adalah ruang halaman yang membutuhkan kehadiran FDB yang visioner dalam menata masa depan Luhak Nan Tuo !
FDB Tanahdatar memanggilmu, FDB pintu rumah gadang terbuka untuk hatimu yang tulus itu !
Catatan: Pinto Janir