Luhak Nan Tuo, tanah asal nenek moyang orang Minang. Ia tak boleh terbelakang memang. Harus maju. Karena inilah “tanah gadang” kita yang sebenarnya. Kabupaten Tanahdatar, tak boleh datar-datar saja. Ia harus menukik dalam berbagai kemajuan. Apalagi untuk menghadapi revolusi industri 4.0 dan menyongsong Generasi Indonesia Emas 2045.
Tanahdatar tak boleh menjadi perak, apalagi perunggu. Ia harus menjadi emas berkilau di hati kita. Menjadi emas masa depan untuk menjemput kembali masa-masa emas keminangkabauan !
Ayo Tanahdatar, ayo maju.
Ayo bergerak lebih cepat.
Ngiang kemajuan harus menjadi frekuensi yang jelas di blantika pembangunan Sumatera Barat. Tak boleh samar-samar. Mendengar Tanahdatar, mengingatkan saya pada percakapan beberapa tahun yang silam.
Waktu itu, saya menemani Febby Datuk Bangso membezuk Bupati Irdinansyah Tarmizi di rumah dinasnya. Saya ke Pak Bupati kita ini ber-Uda. Uda Ir. Begitulah saya memanggilnya. Saya mengenal da Ir sudah sejak lama . Ketika Da Ir jadi anggota DPRD Padang sekitar tahun 90-an, kami pernah sama-sama pergi “reses” ke luar daerah. Waktu itu saya diundang menjadi wartawan peliput.
Da Ir di mata saya tokoh yang baik. Penyapa orangnya. Tidak pelupa. Tahunnya saya lupa, dua entah setahun yang lalu, ada reuni wartawan senior di Batusangkar. Kegiatan dilaksanakan di rumah dinas Da Ir. Ada beberapa tokoh wartawan yang hadir. Ada Makmur Hendrik, Alwi Karmena, Uda Ranof (ketua PWI Sumbar), uda Basril Basyar (mantan Ketua PWI Sumbar) dan lainnya. Di acara itu saya diminta jadi pembawa acaranya. Soal bawa membawakan acara, bawalah saya; itu ‘makanan’ saya juga.
Dalam keadaan sakit, Da Ir masih berupaya untuk tetap semangat “melayani” kawan-kawan wartawan. Masih bercengkrama dalam upaya riang gembira. Dalam acara itu, Makmur Hendrik pengarang novel Tikam Samurai berdoa, supaya Irdinansyah Tarmizi lekas sembuh. Saya lihat, badan Da Ir memang terkucak. Kurus. Saya juga berdoa, semoga Da Ir lekas-lekas cegak dan bugar kembali.
Sebelumnya, pada perjumpaanm itu bersama Febby Datuk Bangso, saya mendengar bahwa Da Ir seakan-akan tak berminat lagi untuk maju ke pemilihan bupati periode selanjutnya. Saya pikir, mungkin karena sakit. Bahkan, masa-masa itu Da Ir sangat “ respon” pada sosok Febby Datuk Bangso (FDB).
Saya menangkap, sepertinya, Da Ir menaruh harapan pada FDB yang dikenal sebagai ketua partai termuda untuk kepengurusan partai politik tingkat wilayah. Ya, FDB memang ketua DPW PKB Sumbar. Mengurus PKB, ia sungguh-sungguh mati-matian. Ia korbankan pikiran, tenaga, waktu dan bahkan materi. Dan itu tak sedikit.
Namun hasilnya luar biasa. Tiap Pileg, kursi PKB meningkat tajam. Sebagai staf ahli Kemendesa, FDB dikenal sebagai sosok yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pembangunan nagari dan Pendidikan di Sumatera Barat.
Sebenarnya, jauh sebelum pileg 17 April 2019, saya sudah mendengar nama FDB disebut-sebut salah seorang tokoh yang pantas dan patut jadi calon Bupati Tanahdatar. Namun, FDB tampaknya lebih konsen mengurus dan membesar PKB di Sumbar. Ia maju menjadi anggota DPR RI dapil Sumbar 2.
Bertahun silam, FDB pernah menjadi calon walikota Bukittinggi. Banyak public meragukan, FDB tak akan mungkin jadi calon wako Bukittinggi lantaran PKB di DPRD Bukittinggi hanya memdapat satu kursi.
Keraguan publik dijawab FDB dengan “cerdas”. FDB berhasil jadi calon wako Bukitting sekalipun PKB hanya memiliki satu kursi di DPRD kota Bukittinggi. Ia didukung Hanura dan PPP “dualisme”. Kubu Yan Farid dan Romi. Saya tak pernah menduga FDB mampu meluluhkan dua kubu yang sedang bertempur dan memercayai “tiket” Wako Bukittinggi pada FDB.
Hebat nian !
Sementara, Ramlan Nurmatias dan Irwandi maju melalui jalur independent. Masa itu, ada lima pasang calon wako Bukittinggi, FDB calon wako yang termuda di antara pasangan calon lainnya.
Pada masa-masa kampanye, FDB diterpa isu negativ. Ia tak perlu dipilih lantaran bukan orang Kurai. ( Nanti saya cerita banyak pada episode “FDB dan Nostalgi Pertarungan Wako Bukittinggi). Ya, pokoknya saya akan mengulas tentang perjalanan politik, sosial, sastra dan budaya seorang Febby Datuk Bangso.
Saya memang sudah lama tak jumpa dengan FDB. Tapi, segala pikirannya tak pernah lenyap dalam pangana saya. Bagi saya, FDB adalah tokoh muda Sumbar yang “berpikir” dan “berbuat” dengan segala aksi bukan “mimpi-mimpi”.