PADANG. METRO – Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa kasus dugaan korupsi, infranstuktur pascabencana alam Solok Selatan 2016, yang menjerat mantan Kasi Rehabilitasi BPBD Solsel, Irda Hendri, bersama tiga rekannya, Ito Marliza, Mai Afri Yuneti, dan Benni Ardi (berkas terpisah), mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tim PH terdakwa menilai, dakwaan JPU tidak beralasan. Sehingganya majelis hakim harus mempertimbangkan kembali perkara tersebut. Menurutnya, dakwaan JPU kabur, tidak jelas, tidak lengkap sehingga tidak memenuhi syarat.
“Bahwa JPU dengan sengaja melanggar pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, sehingganya perkara ini batal demi hukum,” kata PH terdakwa Irda Hendri, Muharnis cs, saat membacakan nota keberatan dakwaan JPU, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang, Jumat (17/5).
Hal senada pun juga disampaikan dua terdakwa lainnya yaitu Itto Marliza dan Mai Afri Yuneti. Menurut PH-nya, Hanky Mustav Sabarta dan Hotman Pandatopan Siahaan cs, menyebutkan, JPU dalam menyusun dakwaannya, tidak disusun dengan cermat dan lengkap, karena rumusannya tidak akurat serta meragukan.
“Menduga-duga peristiwa pidana yang didakwakan kepada para terdakwa. Oleh karenanya kepada majelis hakim yang terhormat, menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum,” imbuhnya.
Sementara itu terdakwa lainnya, Benni Ardi yang merupakan direktur Buana Mitra Selaras, melalui PH yakninya Mevrizal cs, menyebutkan bahwa kliennya dalam perkara ini hanya meminjamkan perusahaannya, kepada terdakwa Mai Afri dan terdakwa Itto Marliza selaku direktur CV. Mutiara Teknik Utama.
“Akibat dakwaan JPU yang didasari oleh ketentuan pasal 117 Perpres no 54/2010 tentang pengadaan barang dan jasa, sehingganya dakwaan JPU prematur dan dinyatakan tidak dapat diterima,” sebut PH terdakwa, Benni Ardi.
Terhadap eksepsi dari para PH terdakwa, JPU R. Hairul Sukri, pada Kejaksaan Negeri Solok Selatan, akan menanggapi secara tertulis. Sidang yang diketuai Agus Komarudin, memberikan waktu kepada JPU selama satu minggu.
Sebelumnya dalam dakwaan disebutkan, pada tahun 2016 telah terjadi bencana alam yakni banjir dan tanah longsor yang, menerjang Kecamatan Sugai Pagu, Kecamatan Pauh Duo, Kecamatan Sangir, Kecamatan Sangir Jujuhan dan Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan.
Terhadap bencana alam tersebut, membuat sejumlah kerusakan infranstuktur. Terdakwa Irda Hendri ditunjuk sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang mana sesuai dengan SK Bupati Solok Selatan.
Pasca terjadinya bencana alam, BPBD Solok Selatan mengajukan delapan paket pengerjaan tanggap darurat dan telah disetujui. Dana dari pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke BPBD tidak sesuai, dengan jumlah dana yang disetujui, dengan total pengerjaan Rp10.560.000.000.
Dalam pengerjaan tersebut, terdapat selisih dana yakninya Rp900.000.000. Selanjutnya terdakwa Irda Hendri melalui saksi Editorial, danmenghubungi terdakwa Ito Marliza, Mai Afri Yuneti dan Benni Ardi, serta melakukan penawaran pengerjaan. Setelah bertemu para terdakwa ini melakukan kesepakatan.
Terhadap pengerjaan tersebut, Benni Ardi selaku dirut PT. Buana Mitra Selaras meminjamkan perusahaannya, dan pengerjaan perbaikan darurat pun dilakukan. Setelah pengerjaan dilakukan namun, pihak panitia tidak mengecek kelengkapan dokumen sehingga diambil kesimpulan pengerjaan dapat dilakukan.
Namun, dari hasil penghitungan Badan Pemeriksa keuangan (BPK) RI, terdapat selisih pembayaran negara kepada rekanan atas pengerjaan yang dilakukan.
Sehingganya menguntungkan terdakwa Ito Marliza, Mai Afri Yuneti dan Benni Ardi, dalam hal selaku rekanan. Sehingganya negara mengalami kerugian sebesar Rp1.087. 942.813. (cr1)