“Jembatan ini dibangun dengan keringat, darah, bahkan nyawa ratusan hingga ribuan orang. Menghapusnya berarti memutus ingatan kolektif kita terhadap sejarah perjuangan itu,” tegasnya.
MPKAS pun mendorong pemerintah agar mengedepankan solusi berbasis konservasi dan rekayasa teknis modern, seperti penguatan struktur dan penataan kawasan, ketimbang memilih jalan pembongkaran. Pendekatan tersebut dinilai lebih bijak dan sejalan dengan prinsip pelestarian cagar budaya.
Isu ini sebelumnya juga mendapat perhatian Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon. Ia menilai perbaikan merupakan pilihan yang lebih tepat dibandingkan pembongkaran, mengingat kuatnya nilai sejarah dan simbolik kawasan Lembah Anai bagi bangsa Indonesia.
MPKAS meminta agar setiap kebijakan yang diambil melibatkan para ahli lintas disiplin, mulai dari teknik sipil, sejarawan, arkeolog, hingga komunitas pelestari cagar budaya. Dengan begitu, keselamatan publik tetap terjamin tanpa mengorbankan warisan sejarah.
Di tengah polemik tersebut, suara masyarakat sipil kian menguat melalui kampanye penyelamatan jembatan bersejarah dengan tagar #SaveJembatanTinggiAnai. Kampanye ini menjadi penegasan bahwa Lembah Anai bukan sekadar ruang pembangunan, melainkan jejak peradaban yang wajib dijaga dan diwariskan lintas generasi. (jef)
