Ia menambahkan, Kabupaten Pasaman Barat memiliki karakter masyarakat yang heterogen, baik dari sisi agama maupun budaya. Berdasarkan Data Konsolidasi Bersih II Tahun 2023 Dinas Dukcapil, penduduk Pasaman Barat terdiri dari pemeluk Islam 97,7 persen, Katolik 1,62 persen, Protestan 0,67 persen, dan lainnya 0,1 persen. Secara budaya, masyarakat terdiri dari berbagai suku seperti Minangkabau, Jawa, Mandailing, Batak, dan lainnya.
“Tokoh agama dan budaya merupakan figur kunci yang memiliki mimbar dan jamaah. Mereka menjadi rujukan pengetahuan, penggerak masyarakat, teladan, sekaligus pendidik yang efektif dalam menyampaikan pesan perubahan perilaku,” jelasnya.
Dalam forum diskusi kelompok terarah (FGD), teridentifikasi sejumlah permasalahan yang masih menjadi tantangan percepatan penurunan stunting, antara lain rendahnya cakupan imunisasi dasar lengkap, rendahnya pemberian ASI eksklusif, minimnya konsumsi tablet tambah darah pada ibu hamil dan remaja putri, rendahnya akses sanitasi dan air minum layak, tingginya balita stunting di keluarga perokok, serta rendahnya kunjungan ke Posyandu.
District Officer Yayasan Cipta, Feri Irawan, menyampaikan bahwa Kabupaten Pasaman Barat masih menjadi salah satu lokus pendampingan Tanoto Foundation melalui Program Stunting 2.0. Program tersebut mengedepankan pendekatan kolaboratif dengan pelaksanaan di nagari percontohan, yakni Nagari Sasak, Nagari Giri Maju, dan Nagari Kapa.
Sementara itu, perwakilan Kementerian Agama Kabupaten Pasaman Barat, Parmohonan, mengungkapkan masih adanya penolakan imunisasi dasar lengkap akibat minimnya sosialisasi dan maraknya hoaks di masyarakat. Untuk itu, Kemenag telah menggerakkan sekitar 10 penyuluh agama di setiap kecamatan untuk terlibat aktif dalam edukasi pencegahan stunting. Tokoh agama Katolik, Sugeng, menambahkan bahwa pihaknya telah memanfaatkan forum kursus persiapan perkawinan di gereja sebagai sarana edukasi percepatan penurunan stunting.(end)
