Intensitas air terus terus naik hingga sekitar pukul 10.30 WIB. Selepas Zuhur, air sudah surut, tetapi masih sebetis orang dewasa di jalanan dalam komplek. Tak lama berselang, aliran air bersih dari Perumda Air Minum (PDAM) Padang, tak lagi menetes. Warga berharap, kondisinya tak lama.
Esok hari, air belum juga menetes. Hari berikutnya juga tak ada tetesan dari ujung kran. Persediaan air warga di tendon mulai habis. Tak seberapa yang memiliki sumur. Tak berapa keluarga pula yang punya sumur bor.
Ada petugas pengantar air galon yang biasa masuk, justru menjajakan air sumur karena persediaan di depot air galon sudah habis. Mobil tanki mereka tak bisa beroperasi. Selama ini mereka mengambil air dari Solok, namun saat itu jalur Padang – Solok juga macet total di Sitinjau Lawik.
Ada warga yang teringat tak jauh di depan Pos Security Komplek. Air diambil menggunakan timba plastik, tapi rerumputan ikut terbawa. Kondisi itu diabaikan. Asal bak di rumah tetap berair, tak apalah. Rumput dan dedaun tersebut bisa dipisah setelah airnya ada. Begitulah kondisi ketika itu.
Disaat kesulitan air bersih, Ketua RT 04/III David sedang di pos security. Disela gerimis beliau mengerjakan sesuatu. Disaat bersamaan, Joko Riadi, seorang anggota Polairud Polda Sumbar melintas di gerbang komplek. Ia melihat dan menyapa David, sekaligus bertanya sedang melakukan apa.
Ketua RT tersebut menjelaskan, Ia sedang memperbaiki mesin pompa air. Jika mesin baik dan bisa hidup, bisa digunakan untuk mengambil air dari sumur. Beliau menunjuk ke arah depan pos, atau persisnya ke arah utara.
“Air dari sumur bisa ditarik dengan mesin ini,” kata David, ketika itu, mengulangi kembali kalimatnya kepada penulis.
Ketika itu David menceritakan, sebenarnya sudah ada warga yang menggunakan air tersebut, namun rerumputan di kiri kanan sumur, ikut terbawa ke dalam timba plastik. Kalau airnya tanpa rerumputan, akan lebih bagus.
Mendengar penjelasan tersebut, Joko Riadi justru meminta David tidak melanjutkan pekerjaannya, “masa Pak RT pula yang memperbaiki. Tunggu sebentar, Pak RT. Saya akan kembali dengan mesin yang dibutuhkan,” kata Joko, abdi negara yang sangat dekat dengan warga, ringan tangan dan bahkan sering turun tangan membersihkan dan merawat masjid di komplek tersebut.
Setelah menyampaikan kalimat tersebut, Joko Riadi berlalu. Tak lama berselang, Ia kembali membawa mesin pompa air, kabel, slang, dan kebutuhan lainnya.
Joko Riadi, David, Afdal, Joneva, Oyon, dibantu security yang bertugas ketika itu, Ricky dan Hidayat, serta beberapa warga lainnya bergerak cepat. Mesin pompa air dibawa ke lokasi sumur, ditempatkan pada posisi terbaik. Selang direntang. Saringan air dipasang. Kabel-kabel disesuaikan, apalagi David berlatar belakang pegawai PLN. Listrik dihubungkan dari pos komplek. Selepas Zuhur, air sudah bisa disedot dari mesin yang sudah terpasang.
Sumur yang menjadi sumber air, sebenarnya adalah sumur tua yang sudah ditinggalkan. Sebelum komplek tersebut ada, sepanjang pinggir rel kereta api di kawasan tersebut merupakan rumah warga. Ketika pembangunan komplek, kawasan sekitar sumur juga berubah. Ada beberapa Ruko dibangun. Warganya pindah. Ada yang pindah ke Komplek Lubuk Intan.
Sumur yang ada sekarang dipastikan milik salah seorang warga masa itu. Sumurnya tidak dimatikan. Sejak Pos Security ada di gerbang komplek, tahun 2017, hanya sesekali air sumur tersebut digunakan karena kebutuhan air di pos berasal dari PDAM Padang.
“Hanya untuk berjaga-jaga saja,” kata Hidayat, salah seorang security komplek.
Afdal menyebut, diperkirakan sumur tersebut sudah ada sejak 1990-an. Ia sudah mengenal wilayah tersebut jauh sebelum dirinya membeli rumah di Lubuk Intan. Ia kemudian menyebutkan satu nama warga Lubuk Intan. Beliau bersama orang tuanya pindah ke Lubuk Intan. Sebelum ada Komplek Lubuk Intan, rumahnya persis bersebelahan dengan jalan masuk ke komplek tersebut. Rumahnya hanya beberapa meter dari gerbang komplek sekarang.
Ada kesepakatan tak tertulis dalam pengambilan air. Dimulai pukul delapan pagi hingga pukul 12.00 WIB. Dilanjutkan pukul 13.30 – 15.00 WIB, pukul 16.30 – 17.45 WIB, pukul 20.00 – 23.00 WIB. Jadwal jeda berdekatan dengan jadwal salat, sekaligus memberikan istirahat kepada mesin dan petugas yang sukarela melayani warga.
Selama kuran waktu yang sudah berjalan, sejak Minggu (30/11) siang hingga Rabu (3/12) pagi, diperkirakan lebih kurang 3.000-an galon air bersih sudah dikeluarkan dari sumur tua tersebut, tanpa campur tangan pemerintah, tidak ada kewajiban membayar, kecuali bantuan ala kadarnya untuk membeli token listrik.* (Firdaus Abie)
















