Namun ia mengingatkan, keberhasilan distribusi ini tidak hanya bergantung pada kesiapan Pertamina, tetapi juga pada perilaku masyarakat dan penegakan hukum di daerah bencana. “Yang paling penting, masyarakat tidak melakukan panic buying. Itu justru memperparah situasi,” tegas Trubus.
Ia juga meminta masyarakat tidak melakukan tindakan merugikan seperti penjarahan atau penimbunan. Trubus turut menyoroti fenomena klasik yang selalu muncul saat bencana: lonjakan harga BBM eceran dan praktik penimbunan oleh oknum tertentu. Ia mendesak aparat bertindak cepat dan tegas.
“Penegak hukum harus aktif mengawasi distribusi, mengawal Pertamina, serta menindak pelaku penimbunan. Pemerintah daerah juga mesti hadir. Jangan sampai situasi darurat justru dimanfaatkan untuk mencari keuntungan,” ujarnya.
Menurut Trubus, pengawalan distribusi BBM di wilayah bencana bukan hanya soal logistik, tetapi juga soal kehadiran negara. “Masyarakat terdampak bencana membutuhkan kepastian. BBM adalah kebutuhan dasar untuk evakuasi, logistik, hingga layanan kesehatan. Jadi jangan beri ruang bagi para spekulan,” katanya.
Dengan medan yang terus berubah karena cuaca dan potensi banjir susulan, ia menilai koordinasi antara Pertamina, pemerintah daerah, dan aparat harus diperkuat agar suplai energi tetap terjaga di titik-titik kritis.(rel/fan).
















