DARI pusat pemerintahan Kabupaten Dharmasraya, sebuah gerakan baru – baru ini, tepatnya Kamis (6/11) lahir lebih sunyi dari keramaian proyek infrastruktur, namun lebih dekat ke denyut kebutuhan masyarakat untuk kepastian atas tanah.
Melalui program Dharmasraya Bertuah (Bertransformasi untuk Tanah), Kantor Pertanahan Dharmasraya memulai langkah yang berani, membongkar batas-batas lama pelayanan publik, lalu menggantinya dengan cara kerja yang lebih gesit, modern, dan menyentuh akar persoalan.
Di halaman kantor itu, peluncuran program tak sekadar seremonial. Ia adalah penanda bahwa BPN Dharmasraya ingin menjadi institusi yang hadir lebih cepat daripada keluhan masyarakatnya.
Kepala Kantor Pertanahan Dharmasraya, Doni Prasetyoadi, menyebut terobosan ini sebagai “Adaptasi Terhadap Dinamika Kebutuhan Warga”. Di balik kalimat itu, ada tiga inovasi yang disiapkan, masing-masing menjawab persoalan klasik masyarakat.
ANNISA (Agraria Night Service Action). Nama yang lembut, namun gagasannya tegas. ANNISA membuka layanan pada malam hari pada waktu yang selama ini tak tersentuh birokrasi. Program ini lahir dari realitas sederhana karena banyak warga hanya punya waktu setelah matahari terbenam. Kini, urusan pertanahan tak lagi harus mengorbankan pekerjaan harian. Kantor BPN tetap menyala ketika sebagian kantor lain telah gelap.
GALIH GISEL (Gerakan Alih Media dan Sertipikat Elektronik). Ini adalah jantung modernisasi. Arsip-arsip lama yang rapuh digantikan format digital yang tertata. Sertipikat elektronik mempercepat proses, sekaligus memperkecil ruang sengketa. Di tengah era percepatan digital nasional, GALIH GISEL membuat Dharmasraya tidak tertinggal.
(LANTERA (Layanan Tanah Aktif di Nagari). Jika warga sulit mendatangi kantor, maka kantor yang mendatangi warga. LANTERA membawa petugas ke nagari-nagari, termasuk wilayah terpencil yang selama ini kurang tersentuh. Di sana, masyarakat mendapatkan pelayanan langsung, tanpa harus menempuh perjalanan panjang. LANTERA menjadi semacam lampu kecil yang menyala di tengah nagari, membawa terang ke soal-soal agraria yang rumit.
Peluncuran program ini dibarengi dengan sosialisasi mengenai tanah ulayat serta aset adat yang selama ini sering terancam oleh batas yang kabur, konflik internal, hingga sengketa dengan pihak luar. Para Wali Nagari dan Kerapatan Adat Nagari (KAN) duduk bersama, membahas bagaimana hukum negara dapat menjaga marwah adat.
Isu ini bukan sekadar teknis; ia menyentuh identitas masyarakat. Dan BPN mencoba mengambil posisi sebagai pengikat antara tradisi dan kepastian hukum masa kini.
Dalam kesempatan itu, BPN Dharmasraya juga menyerahkan sertifikat PTS dan BMD kepada Pemerintah Kabupaten Dharmasraya. Bagi sebagian orang, sertifikat hanyalah selembar kertas. Namun bagi warga nagari, itu adalah jaminan masa depan dan perlindungan atas tanah warisan, dasar usaha, dan modal pembangunan.
Bupati Dharmasraya, Annisa Suci Ramadhani, melihat langkah ini sebagai bagian dari reformasi besar di layanan agraria. “Inovasi ini bukan hanya cepat, tetapi juga proaktif,” ujarnya.
Dalam dunia birokrasi yang sering dicap lamban, pernyataan itu terasa penting pemerintah daerah dan BPN harus bergerak pada frekuensi yang sama yaitu kecepatan, transparansi, dan keberpihakan pada warga.
















