PADANG, METRO–Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat membantah keras klaim Pemerintah Kota Padang dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang menyebut kayu gelondongan pasca galodo sebagai kayu tumbang alami.
Temuan ilmiah terbaru WALHI justru menunjukkan indikasi yang jauh lebih serius, adanya pola penebangan kayu sistematis di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Aia Dingin.
Kesimpulan tersebut diperoleh setelah WALHI melakukan telaah spasial menggunakan citra satelit Maxar periode Juni 2021 hingga Juli 2025. Analisis memperlihatkan jejak pembukaan lahan dan penebangan kayu dalam jumlah signifikan di area yang menjadi daerah tangkapan air utama Kota Padang.
Menurut Tommy Adam dari Divisi Penguatan Kelembagaan dan Hukum Lingkungan WALHI Sumbar, pola penebangan terekam jelas membentang dari hulu hingga hilir menuju muara Pantai Air Tawar — lokasi di mana tumpukan kayu ditemukan setelah bencana galodo melanda.
“Puluhan titik pembukaan lahan berada persis di punggungan hulu DAS Aia Dingin. Jejaknya berulang, rapi, dan konsisten selama empat tahun,” ujar Tommy, Sabtu (29/11).
WALHI memadukan temuan satelit dengan Peta Kawasan Hutan Provinsi Sumbar. Hasilnya, sejumlah titik penebangan ternyata berada di dalam kawasan Suaka Margasatwa Bukit Barisan dan Hutan Lindung. Sebagian lainnya memang berada di Area Penggunaan Lain (APL), namun berbatasan langsung dengan kawasan konservasi — yang kerap menjadi pintu masuk praktik pembalakan liar.
Citra satelit juga memperlihatkan kehadiran jalan logging yang memotong kawasan konservasi, indikasi kuat bahwa akses untuk membuka hutan dibuat secara sengaja, bukan sebagai dampak bencana.
Rangkaian citra Maxar tersebut memperlihatkan perubahan drastis bentang alam jauh sebelum bencana terjadi, termasuk, Stockpile tumpukan kayu, Bukaan lahan dalam skala ratusan hektare, Pola tebangan berulang dan sistematis, Jalan angkut hasil penebangan.
















