Konflik antara kedua kelompok ini bukan hal baru. Helkamsi menyebut bentrok serupa terakhir terjadi pada 2018, ketika dua kapal pukat harimau mini dibakar. Ia meminta pemerintah dan kepolisian menangani persoalan alat tangkap terlarang tersebut agar konflik tidak berulang.
Kepala Polsek Linggo Sari Baganti, AKP Welly Anoftri, membenarkan laporan yang masuk dan langsung mengerahkan personel untuk meredam situasi. “Setelah menerima laporan dari Deri, kami mengantarnya untuk divisum dan menurunkan anggota ke muara untuk mencegah eskalasi,” jelasnya.
Selain itu, personel Satuan Intel dan Polairud Polres Pesisir Selatan turut dikerahkan untuk berjaga di beberapa nagari tetangga seperti Air Haji, Air Haji Barat, dan Muara Gadang yang juga memiliki riwayat ketegangan terkait mini trawl.
Welly menyebut konflik nelayan ini sudah terjadi sejak 1995. Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimca) sempat memanggil wali nagari untuk berdiskusi, namun belum menemukan solusi karena akar masalahnya ada pada penggunaan pukat harimau mini, yang dilarang oleh aturan perikanan.
“Di Linggo Sari Baganti ada sekitar 150 kapal pukat harimau mini. Solusi yang paling masuk akal adalah pemerintah mengganti alat tangkap mereka dengan yang legal agar konflik tidak terus terjadi,” tegas Welly. (rio)
