“Keadilan harus tetap dapat diverifikasi, bukan sekadar diyakini,” tuturnya.
Untuk mencegah penyalahgunaan, Gilang mendorong penguatan pengawasan eksternal terhadap hakim, terutama oleh Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA). Ia juga mengusulkan adanya pelatihan atau sertifikasi bagi hakim terkait metode observasi yang sah secara hukum dan sesuai prinsip psikologi hukum.
“Dengan begitu, inovasi dalam revisi KUHAP tetap berpijak pada keadilan, perlindungan HAM, dan integritas peradilan,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP pada Selasa (18/11). Salah satu poin pentingnya adalah aturan baru pada Pasal 222 huruf g yang memberikan ruang bagi pengamatan hakim sebagai alat bukti.
Panja menyebut, aturan ini bertujuan memperkuat keyakinan hakim, terutama dalam perkara pidana struktural dan kasus yang melibatkan anak sebagai korban. (jpg)
