Nasaruddin Umar mengungkapkan, kalau orang memiliki KTP Islam dihitung jumlah uangnya disimpan, potensi zat mal-nya bisa Rp327 triliun. Sementara yang baru dihimpun Baznas hanya Rp41 triliun. Wakaf, potensinya Rp180 triliun per tahun, baru terkumpul Rp3 triliun. Butuh lembaga yang bisa mengembangkan potensi ini ke depan.
Sedangkan kurban, kalau diorganisir dengan baik, omsetnya bisa Rp34 triliun per tahun. Berikutnya, akikah, berdasarkan jumlah kelahiran per tahun, jika akikah laki-laki dua ekor kambing, perempuan satu ekor kambing, maka potensinya Rp10 triliun per tahun. Sedangkan, fidyah pengganti hari puasa, potensinya Rp2,5 triliun per tahun. Juga ada wasiat, potensinya Rp2 triliun per tahun.
“Dana-dana yang tidur ini tidak pernah kita perhatikan. Kita harus punya gerakan bersama. Kementerian Agama harus sosialisasikan hukum syariah. Orang miskin 20 juta di Indonesia, jika dikasih Rp600 ribu dari pundi-pundi umat ini, bisa hidup satu bulan. Dana yang dikumpulkan menyelesaikan kemiskinan mutlak itu, hanya Rp26 triliun, separuhnya tidak cukup dari dana zakat Baznas,” harapnya.
Nasaruddin Umar menambahkan, jika disinergikan dana pundi-pundi umat ini dengan pajak, maka menjadikan Indonesia sangat kaya. Khusus Sumbar, dengan penduduk 5, 6 juta jiwa, jumlah orang miskin mutlak 340 ribu jiwa, kalau dilihat potensi pundi-pundi umat di Sumbar, tidak akan menghabiskan 10 persen pundi-pundi tersebut.
“Jadi Sumbar tidak perlu meminjam dana dari luar, jika mampu berdayakan dana umat ini. Apalagi potensi Diaspora masyarakat Sumbar cukup besar. Kalau mereka membayar zakat mal, kurban, akikah di Indonesia, pasti dana umat lebih besar dari APBD Sumbar,” ungkapnya.
Nasaruddin Umar menilai, kemiskinan umat adalah kemiskinan pemikiran. Umat Islam tidak boleh miskin karena potensinya luar biasa. “Hanya saja kondisinya, saat ini tidak ada keseriusan sistemik mengambil pundi-pundi umat itu. Dengan memulai dari Sumbar, bisa menjadi contoh, karena banyak potensi dimiliki daerah ini,” harapnya.
Ketua MPR RI, Ahmad Muzani tidak memungkiri, wakaf di tengah masyarakat, masih dianggap sangat tradisional. Mewakafkan harta dan tanah hanya sekadar untuk kepentingan madrasah, sekolah, pondok pesantren. Belum dipahami sepenuhnya sebagai kegiatan menghibahkan miliknya untuk kepentingan umum.
“Gubernur Sumbar kadang merasa kecapek-an melakukan pelebaran jalan, karena harus membebaskan tanahnya. Kenapa? karena tidak ada kesadaran membebaskan tanah untuk kepentingan umum, sama dengan mewakafkan tanah untuk kepentingan agama,” ungkapnya.
“Masalahnya belum menjadi pemahaman umum. Sehingga pundi-pundi umat hanya hitungan di atas kertas. Indonesia belum ada yang mewakafkan kepemilikan saham, kebun, gedung, karena kesadaran belum sampai ke situ. Rekening dormant (yang tidak ada aktivitas transaksi) begitu banyak. Ada duitnya, tidak jelas pemiliknya. Kenapa pemiliknya tidak mewakafkan rekeningnya kepada pengelola wakaf. Padahal, wakaf itu hampir pasti digunakan untuk kemaslahatan umat dan kepentingan rakyat,” ungkapnya.
Masalah kedua, menurut Ahmad Muzani, lembaga penerima wakaf belum jelas. “Rakyat Sumbar mewakafkan tanah dan harta dengan siapa? Butuh lembaga penerima wakaf yang bisa terpercaya. Karena tingkat kesadaran umat harus berbanding lurus dengan pertumbuhan lembaga penerimanya. Harus jelas,” tegasnya.
Masalah ketiga, regulasi tentang wakaf masih semu. UU tentang Wakaf belum jelas. “Ini yang harus dilakukan ke depan. sehingga Konferensi Wakaf Internasional ini menjadi penting. Wakaf bisa menjadi fenomena baru mendapatkan pundi-pundi kegiatan ekonomi umat,” tegasnya.
Di bawah Gubernur Mahyeldi, Ahmad Muzani berharap Sumbar menjadi percontohan pengelolaan wakaf. Tidak dipungkiri Ahmad Muzani, menjadi tugasnya ke depan mendorong regulasi perundang-undangan di DPR RI, agar regulasi wakaf bisa lebih jelas.
“Sekitar 85 persen masyarakat Indonesia beragama Islam. Jumlah ini harus memiliki tingkat kesejahteraan, kesehatan, pekerjaan dan penghasilan lebih baik. Kita dorong wakif ada penghasilan, sehingga rakyat dompetnya tebal. Tidak mungkin orang berwakaf, berinfak, sedekah kalau dompetnya tipis. Kalau pendidikan rendah, kesadaran berwakaf, berinfak dan sedekah juga rendah,” ungkapnya.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mengatakan, wakaf instrumen ekonomi Islam yang memiliki potensi besar mendorong keberlanjutan pembangunan dan pengentasan kemiskinan. “Namun kita harus jujur pengelolaan wakaf di berbagai daerah lebih banyak hanya berfungsi sosial, belum sepenuhnya diberdayakan untuk ekonomi umat,” ungkapnya.
Padahal, potensi wakaf nasional berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia (BWI) asetnya lebih dari Rp2.000 triliun. Dengan luas tanah wakaf lebih 57 ribu hektar. Sementara menurut Bank Indonesia (BI), nilai wakaf yang terhimpun hingga pertengahan tahun 2025, baru Rp2,1 triliun. Angka ini terus tumbuh berkat inovasi digital, serta dukungan kebijakan ekonomi syariah nasional.
Angka tersebut menunjukan wakaf kekuatan ekonomi umat, yang apabila dikelola produktif, bisa menjadi solusi pembangunan berkelanjutan, seperti dimanfaatkan untuk pembiayaan pendidikan, memperkuat layanan kesehatan, menggerakkan UMKM, dan membangun ketahanan nasional dan sosial masyarakat.
Pimpinan Pondok Modern Gontor, KH Hasna Abdullah Sahal berharap teori-teori dalam forum konferensi ini jangan hanya menjadi rentetan kertas-kertas di perpustakaan saja, tidak berjalan di kantor, lapangan dan majelis. Tapi benar-benar harus direalisasikan untuk kemaslahatan umat.
Konferensi Wakaf Indonesia yang menjadi rangkaian kegiatan peringatan HUT ke-80 Provinsi Sumbar dan 100 Tahun Pondok Modern Gontor dihadiri puluhan tokoh nasional dan internasional dan ribuan peserta. Di antaranya, Wakil Ketua MPR RI DR KH Hidayat Nur Wahid, Wakil Grand Syaikh Al-Azhar Prof. Muhammad Ad-Duwaini, Gubernur BI Perry Warjiyo, serta perwakilan lembaga wakaf dari Mesir, Maroko, Arab Saudi, Kuwait, Malaysia, dan Suriah.
Konferensi Wakaf Indonesia juga diikuti Pimpinan dan Alumni Pondok Modern Gontor, Kementerian Agama (Kemenag), BI, BWI, Bazmas, BPKH, Pemprov se-Indonesia, MUI dan Kanwil Kemenag, Forkopimda. Juga hadir Wakil Gubernur (Wagub) Vasko Ruseimy, bupati dan wali kota, ulama, pengasuh pondok pesantren, ormas, akademisi, lembaga keuangan syariah, mahasiswa dan perwakilan luar negeri.(AD.ADPSB)













