2) Hak atas kenyamanan dan keamanan transportasi diabaikan.
3) Prinsip keadilan sosial sila ke-5 Pancasila dicabik-cabik.
Yang menikmati hasil korupsi hanya segelintir orang, tetapi yang menderita satu kota. “Ketidakadilan seperti ini sama sekali tidak sejalan dengan nilai kewarganegaraan Indonesia”.
- Legitimasi Negara Terkikis: Kepercayaan Publik Ambruk
Ilmu negara mengajarkan bahwa legitimasi lahir dari kepercayaan rakyat, pendidikan kewarganegaraan mengingatkan bahwa rakyat akan patuh jika negara adil.Korupsi seperti ini menghantam keduanya sekaligus.
Ketika rakyat tidak percaya lagi pada perusahaan milik pemerintah maupun pejabatnya, itu bukan sekadar krisis moral itu krisis legitimasi negara. Kepercayaan adalah modal politik terbesar pemerintah. “Sekali rusak, sulit kembali”.
- Peran Warga Menjadi Penyangga Terakhir
Kasus ini menunjukkan bahwa tanpa tekanan publik, media, dan pengawasan masyarakat, korupsi bisa berlangsung lama dan rapi. Dalam demokrasi, warga bukan hanya objek pelayanan; warga adalah pengawas negara.
Sidang perdana telah digelar pada Rabu, 5 November 2025 lalu. Agenda persidangan saat itu adalah pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Sebagai dakwaan subsider, JPU juga memasukkan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai perbuatan yang dilakukan bersama-sama.
Perumda PSM disebut menerima alokasi dana subsidi sebesar Rp18 miliar dari APBD Kota Padang. Dana tersebut dikucurkan melalui Dinas Perhubungan Kota Padang pada Maret 2021 sebagai biaya operasional bus Trans Padang dan pembayaran gaji pegawai.
Namun, menurut dakwaan, sebagian dana tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya. Para terdakwa diduga mengarahkan penggunaan dana di luar peruntukan serta melakukan upaya menutupi penyimpangan dalam penyusunan laporan keuangan sebagai syarat pencairan dana subsidi pada triwulan pertama dan kedua.
Atas tindakan para terdakwa, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp3,6 miliar. Kasus ini menunjukkan bahwa modus korupsi bisa sangat berani dan licik:
- Alih Fungsi Anggaran – Dana publik dialihkan ke kepentingan pribadi dan proyek tidak jelas.
- Proyek Mangkrak – Wahana wisata dan proyek fisik yang seharusnya untuk publik justru terbengkalai.
- Manipulasi Audit Internal – Laporan keuangan dimanipulasi sehingga penyimpangan tidak mudah terdeteksi.
- Gangguan Layanan Publik – Kurangnya dana membuat TransPadang terganggu, warga dirugikan.
Skandal ini bukan sekadar masalah uang, tapi pengkhianatan nyata terhadap rakyat yang percaya pada pemerintah daerah.
Dampak kasus ini terasa nyata dan luas karena warga dirugikan langsung,Bus TransPadang berkurang, jadwal terganggu, biaya transportasi meningkat, Kepercayaan Publik Hancur, Masyarakat kehilangan kepercayaan pada perusahaan milik pemerintah dan pejabatnya. Kerugian Negara Signifikan, Dana publik hilang dan proyek mangkrak menjadi simbol kegagalan pengelolaan.
Kenapa Bisa Terjadi?
Kasus ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan transparansi:
- Audit Lemah dan Tidak Independen – Laporan internal bisa dimanipulasi.
- Transparansi Nol – Warga tidak tahu penggunaan dana publik.
- Konflik Kepentingan – Manajemen dan auditor internal saling menutupi.
- Efek Jera Kurang – Hukuman yang tidak tegas membuat oknum berani bertindak curang.
Untuk mencegah tragedi serupa, beberapa langkah penting perlu dilakukan:
- Transparansi Total – Semua laporan penggunaan dana publik harus bisa diakses warga.
- Audit Independen – Auditor profesional meneliti dana tanpa intervensi pihak manajemen.
- Pengawasan Eksternal – Dewan Pengawas dan masyarakat aktif mengawasi penggunaan dana.
- Pendidikan Integritas – Budaya anti-korupsi harus ditanamkan pada seluruh pegawai.
- Pemulihan Aset Publik – Dana dan aset yang diselewengkan harus dikembalikan ke kas negara.
- Peran Media dan Publik – Media massa dan masyarakat harus ikut memantau agar kasus ditangani transparan.
Kesimpulan
Kasus korupsi di Perumda PSM Padang menjadi bukti bahwa negara dapat terluka bukan dari serangan luar, tetapi dari kebusukan yang tumbuh di dalam tubuhnya sendiri. Dari perspektif ilmu negara, skandal ini menunjukkan kegagalan serius negara dalam menjalankan tujuan fundamentalnya melindungi rakyat, menyediakan layanan publik, dan menjaga ketertiban yang adil. Ketika BUMD sebagai instrumen negara justru menjadi ladang kejahatan, maka legitimasi dan kewibawaan negara terkikis dari akar terdalamnya.
Sementara itu, dari perspektif kewarganegaraan, pelanggaran ini merenggut hak warga atas pelayanan publik yang layak dan mencederai prinsip keadilan sosial. Negara bukan hanya lalai, tetapi absen pada saat warganya paling membutuhkan pelayanan dasar. Kepercayaan publik modal sosial paling berharga luruh ketika pejabat publik mengkhianati amanah.
Skandal ini adalah alarm keras bahwa tanpa integritas aparatur dan pengawasan aktif masyarakat, negara bisa runtuh perlahan dari dalam. Korupsi bukan sekadar kejahatan finansial, tetapi pengkhianatan terhadap kontrak sosial dan ancaman terhadap tegaknya negara itu sendiri. (*)
















