Data tersebut menunjukkan bahwa kinerja pembangunan di Sumatera Barat masih berada di jalur yang positif dan tidak dapat disimpulkan tertinggal hanya berdasarkan pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana dijelaskan oleh ekonom Medi Iswandi, pertumbuhan ekonomi tidak selalu sejalan dengan penurunan kemiskinan. Hal ini bisa terjadi jika pertumbuhan didominasi sektor yang bersifat padat modal sehingga tidak menyerap tenaga kerja secara luas, atau distribusi manfaat pertumbuhan yang tidak merata.
Bahkan terdapat provinsi yang mencatat pertumbuhan ekonomi lebih dari 30%—jauh di atas rata-rata nasional sebesar 5,04% dan juga Sumatera Barat yang hanya sebesar 3,36%—namun memiliki IPM dan tingkat kemiskinan yang lebih buruk dibanding Sumatera Barat.
Dengan demikian, kritik terhadap rendahnya pertumbuhan ekonomi tetap penting, namun harus disertai pemahaman yang utuh terhadap indikator pembangunan lainnya. Pemerintah daerah perlu terus memperbaiki kinerja ekonomi, tetapi pada saat yang sama juga harus mempertahankan dan meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang selama ini telah menunjukkan hasil positif.
Jangan membiasakan membangun opini publik hanya dengan “menggoreng” satu data atau satu perspektif saja, karena hal itu berpotensi menciptakan pandangan yang sepihak dan tidak adil. Pembangunan adalah proses jangka panjang yang membutuhkan kolaborasi, pemahaman bersama, dan kerja kolektif antara pemerintah, akademisi, media, dan masyarakat. Kritik tetap diperlukan, tetapi harus berpijak pada data yang lengkap dan analisis yang berimbang. (***)












