JAKARTA, METRO – Diperkirakan sekitar 80 persen caleg petahana di Pemilu 2019 tumbang dan tidak duduk lagi di kursi DPRD Kabupaten periode 2019-2024. Ketua Umum Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) Lukman Said mengungkapkan keprihatinannya atas fenomena itu.
Yang disayangkan Lukman, caleg incumbent ini tumbang diduga lantaran gempuran politik uang dari pendatang baru. Masyarakat tidak melihat kinerja caleg incumben selama lima tahun. Mereka cenderung memilih caleg baru lantaran gempuran angpao yang diberikan saat menjelang hari pencoblosan.
“Saya prihatin sekali melihat banyak keluhan anggota ADKASI yang gagal karena tidak main money politics. Dari 17.652 anggota DPRD di 417 kabupaten, 80 persennya tumbang. Mereka dikalahkan caleg baru yang berani jor-joran dengan uang,” ungkap Lukman, Jumat (26/4).
Dia mencontohkan sejumlah ketua DPRD yang tumbang seperti di Kutai Kartanegara, Talaud, Majene, dan lainnya. Ironisnya mereka adalah caleg incumbent dengan nomor urut satu.
Gagalnya caleg incumben ini, lanjut Lukman, menunjukkan pemilu 2019 adalah yang terburuk dalam sejarah demokrasi Indonesia. Masyarakat tidak melihat kinerja caleg incumben tapi lebih fokus ke uang.
“Saya tidak bisa bayangkan bagaimana nasih rakyat lima tahun ke depan kalau caleg terpilih adalah orang-orang yang menjalankan praktik money politics. Mereka pasti fokus mengembalikan modalnya daripada memikirkan nasib rakyat,” tegasnya.
Lukman yang juga hampir tidak lolos ini menambahkan, temuan-temuan money politics yang dilakukan caleg baru sudah dilaporkan ke Bawaslu. Ini agar para caleg yang menjalankan praktik kotor bisa dianulir. “Harus diubah ini sistem pemilu di Indonesia. Kalau tidak bisa hancur negara ini bila diisi oleh legislator kotor,” tandas politikus PDIP ini. (esy/jpnn)