PADANG, METRO – Rencana pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai belum saatnya mengingat kualitas rumah sakit masih di bawah standar. Pasalnya, polemik BPJS sudah terlalu berat sehingga muncul ketidak percayaan publik kepada rumah sakit.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Rencana ini diyakini menjadi opsi untuk mengatasi masalah defisit keuangan di era Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
“Kualitas pelayanan masih di bawah standar. Selain itu, perbedaan yang diterima pasien pada sejumlah rumah sakit masih banyak terjadi,” kata Pengamat Sosial dari Universitas Andalas (Unand), Rinaldi Eka Putra, Jumat (26/4).
Meski demikian, menurut Rinaldi, yang seharusnya menjadi kajian pemerintah untuk melakukan pembenahan, bukan mematok tarif yang ujung-ujungnya membebani kantong masyarakat. Kesehatan merupakan kebutuhan utama masyarakat di samping pangan dan sandang.
“Tanpa dibebankan iuran pun, masyarakat tetap berhak mendapatkan layanan kesehatan yang layak dari pemerintah,” ujar Rinaldi.
Rinaldi pun menilai, kenaikan tarif pelayanan bukan jaminan perbaikan kualitas. Sehingga yang lebih penting adalah merubah perilaku SDM yang berkecimpung dalam dunia kesehatan agar peka dan tanggap menyikapi berbagai problema dunia kesehatan publik.
Sementar, Asmaini (39), warga Andalas mengatakan, iuran per bulan BPJS Kesehatan boleh saja dinaikkan asalkan diimbangi dengan pelayanan yang maksimal bagi pesertanya. Jangan sampai kesannya masyarakat pakai BPJS tetapi seperti dipandang sebelah mata.
“Misalnya saja ketika dirawat dokternya jarang visit atau obat-obatnya kurang bagus. Hal-hal seperti itu harusnya diperbaikilah,” ujar Asmaini.
Kenaikan tarif itu, menurut ibu beranak empat (4) ini juga seharusnya tidak dibebankan untuk kelas III. Karena, banyak pesertanya yang masih berasal dari kalngan ekonomi menengah ke bawah, dan jika harus dinaikkan maka akan memberatkan masyarakat.
“Untuk kelas I dan II saja wajar, karena saya rasa akan berat untuk kelas III. Daripada nanti malah makin banyak yang menunggak bayar, kan rugi juga jadinya,” tutur Asmaini.
Dr. Ema, seorang dokter di Kota Padang mengatakan, iuran BPJS per bulannya tidak masalah jika harus dinaikkan. Namun, harus betul-betul melalui kajian yang matang, dan tidak sembarangan karena hal ini melibatkan banyak kepentingan. Kenaikan iuran ini juga akan berpengaruh pada kapitasi sebuah klinik swasta.
Sistem pembayaran kapitasi, jelas dr. Ema, merupakan sistem pembayaran yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama khususnya pelayanan rawat jalan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang didasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di faskes tersebut dikalikan dengan besaran kapitasi per jiwa.
“Sistem pembayaran ini adalah pembayaran di muka atau prospektif dengan konsekuensi pelayanan kesehatan dilakukan sevata pra upata atau sebelum peserta BPJS jatuh sakit,” tukas dr. Ema.
Selanjutnya saat Posmetro mencoba menginformasi soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Namun, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Padang, Asyraf Mursalina tidak menjawab panggilan telponnya. (mil)