“Awalnya canggung banget karena lawan-lawan kami sudah level Olimpiade. Tapi kami tetap berusaha maksimal dan ingin menunjukkan yang terbaik untuk Indonesia,” tutur Agung.
Cerita paling inspiratif datang dari Joseph Judah Hatoguan, yang baru saja pulih setelah dinyatakan remisi dari leukemia.
Kembali ke arena internasional setelah absen 1,5 bulan, Joseph mengaku ajang ini menjadi simbol kebangkitannya.
“Ini bukan sekadar cari pengalaman lagi buat saya. Setelah remisi, saya ingin membuktikan bisa comeback. Memang tadi sempat cedera dan jatuh dua kali, tapi enggak apa-apa. Tuhan masih kasih kesempatan untuk terus berjuang,” ujarnya tegar.
Pelatih kepala tim senam putra Indonesia, Ferrous One Willyodac, menilai anak asuhnya sudah tampil maksimal di tengah tekanan besar.
“Musuh-musuh mereka luar biasa. Tapi saya lihat mereka tetap berjuang dan tidak menyerah. Ini langkah awal yang bagus untuk masa depan senam Indonesia,” kata Ferrous.
Selain empat pesenam tersebut, Indonesia sebenarnya menyiapkan satu atlet lain, Muhammad Aprizal dari Riau, untuk turun di nomor vault. Namun, ia batal tampil karena sakit flu berat.
“Aprizal sempat flu sebelum datang ke arena. Kondisinya memburuk menjelang hari H, jadi kami putuskan tidak menurunkannya demi keselamatan,” jelas Ferrous.
Meski belum menghasilkan medali, kiprah para pesenam muda ini menjadi bukti bahwa senam Indonesia mulai berani bersaing di kancah dunia, sembari menapaki jalan panjang menuju prestasi lebih tinggi. (*/rom)
















