Kegiatan ini juga memperlihatkan bagaimana nilai “Basamo Mangko Manjadi” (bersama kita menjadi kuat) tetap hidup di mana pun orang Minang berada. Ketika para perantau bergandeng tangan, saling berbagi tenaga dan waktu untuk menyukseskan acara ini, sesungguhnya mereka sedang meneguhkan kembali makna persaudaraan yang menjadi fondasi kuat masyarakat Minangkabau.
Selain sebagai ajang silaturahmi, Merendang Basamo di Tokyo juga berfungsi sebagai diplomasi budaya Indonesia. Rendang—yang saat ini lagi di perjuangkan oleh pemerintah Indonesia untuk bisa diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dunia—menjadi jembatan antara bangsa Indonesia dan Jepang. Melalui aroma dan rasa, nilai-nilai luhur seperti kerja sama, ketekunan, dan keseimbangan diperkenalkan kepada masyarakat internasional. Dari dapur perantau Minang di Tokyo, terjalinlah persahabatan antarbangsa melalui bahasa universal: rasa.
Rendang pada akhirnya bukan sekadar menu di meja makan. Ia adalah manifestasi filosofi hidup Minangkabau—tentang kesabaran, keteguhan, dan kebersamaan. Kegiatan Merendang Basamo yang digelar DPP IKM di Tokyo telah membuktikan bahwa semangat itu tak luntur meski berpindah tanah. Dari dapur di negeri orang, aroma santan dan rempah itu menjadi pengingat: bahwa perantau Minang boleh jauh dari kampung halaman, tetapi nilai dan budayanya tetap melekat kuat di hati.
Rendang bukan hanya soal rasa. Ia adalah tentang waktu, kesabaran, dan cinta. Dalam setiap suapan rendang, tersimpan pesan mendalam: bahwa kebersamaan dan ketulusan selalu menjadi resep utama dalam kehidupan. (**)
















