Dijelaskan Ade, penanganan harimau sumatera tersebut dilakukan sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU Nomor 5 TaÂhun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Langkah pertama yang dilakukan adalah mencoba mengarahkan satwa tersebut kembali ke lokasi induknya.
“Pengiriman ke lokasi induk kita lakukan dan langkah ini bisa efektif, sehingga anak harimau dengan usia di bawah dua tahun bisa bertemu dengan induknya dan saudara yang lain, karena ada tiga individu di daerah itu. Namun, apabila upaya tersebut tidak berhasil, BKSDA tidak menutup kemungkinan akan mengevakuasi satwa dengan kandang jebak atau pembiusan,” tutur dia.
Ade meambahkan, untuk memastikan keamanan, tim gabungan dari BKSDA Sumbar, Tim Patroli Anak Nagari (Pagari) Pasia Laweh, Pagari Baring, Pagari Salareh Aia, Centre for Orangutan Protection (COP), dan mahasiswa Kehutanan Universitas Riau (UNRI) melakukan pemantauan menggunakan drone termal di area BRIN yang memiliki lahan seluas puluhan hektare.
“Dari hasil pemantauan drone termal, satwa masih berada di kawasan BRIN karena area itu dipagar beton setinggi sekitar 1,5 meter. Aktivitas di kawaÂsan tersebut dihentikan sementara waktu demi keselamatan semua pihak,” pungkasnya. (*)













