Berdasarkan data OJK, sepanjang Januari hingga 13 Juni 2025 tercatat 3.858 aduan terkait pelanggaran penagihan utang oleh pihak ketiga. Abdullah menilai angka itu menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan sanksi terhadap perusahaan jasa keuangan yang melanggar aturan.
“Pertanyaan saya, sudah berapa banyak perusahaan jasa keuangan yang diberi sanksi administratif atau bahkan sampai pidana?” ujarnya.
Abdullah menekankan, penyelesaian utang seharusnya dilakukan melalui jalur perdata, agar prosesnya lebih transparan dan tidak menimbulkan potensi pelanggaran hak asasi manusia.
“Melalui jalur perdata, perusahaan jasa keuangan wajib mengikuti mekanisme hukum yang berlaku, mulai dari penagihan, penjaminan, hingga penyitaan,” jelasnya.
Ia menambahkan, bagi debitur yang tidak mampu membayar, sanksinya dapat berupa pencantuman dalam daftar hitam nasional melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Bank Indonesia atau OJK.
“Negara hukum yang beradab tidak mengukur keberhasilan penegakan hukum dari seberapa banyak orang dipaksa membayar utang, tetapi dari seberapa jauh hak manusia dihormati dalam proses itu,” pungkasnya. (jpg)
