Selain meningkatkan hasil panen, metode SPM juga terbukti mengurangi biaya operasional, mempercepat masa tanam, serta menghasilkan padi berkualitas lebih baik. Berbeda dengan metode konvensional yang membutuhkan waktu lebih lama, SPM menggunakan teknik tanam lebih sederhana: bibit dipindahkan dari persemaian pada usia 14 hari dengan 1–3 batang per lubang tanam, sementara konvensional biasanya 20 hari dengan 5–8 batang.
Keunggulan lain, hama keong mas yang kerap meresahkan petani lebih mudah diatasi karena hanya berkumpul di parit, sehingga anakan padi tumbuh lebih optimal. Jerami juga dimanfaatkan sebagai mulsa untuk menjaga kelembaban tanah, menghemat penggunaan air, sekaligus menjadi pupuk kompos alami.
Praktik ini juga menekan polusi udara karena jerami tidak lagi dibakar, mengurangi pertumbuhan gulma, serta meningkatkan adaptasi terhadap perubahan iklim, terutama pada musim kemarau. Cahaya matahari lebih merata berkat pengaturan jarak tanam (jarwo), yang membantu fotosintesis optimal dan mengurangi serangan hama wereng serta tikus.
Armelia menegaskan, Pemkab Agam berkomitmen memperluas cakupan program ini agar lebih banyak nagari bisa merasakan manfaatnya. “Dengan adanya SPM, kita berharap Agam semakin kokoh sebagai salah satu lumbung pangan di Sumatera Barat,” tegasnya.
Masyarakat petani pun menyambut baik program ini. Mereka merasa terbantu dengan dukungan pemerintah, terutama dalam penyediaan sarana produksi dan pendampingan teknis yang berkesinambungan. (pry)
