Bagi alumni, sistem ini memberikan aksesibilitas tinggi dengan mengurangi kebutuhan legalisasi fisik, sehingga menghemat waktu dan biaya.
Selain itu, kebijakan ini juga lebih ramah lingkungan karena menekan penggunaan kertas dan biaya cetak berulang, serta meningkatkan efisiensi tata kelola dalam pengarsipan dan pencetakan ulang dokumen jika terjadi kerusakan atau kehilangan.
Meskipun demikian, proses transformasi ini bukannya tanpa tantangan. Unand harus berhadapan dengan batas waktu persetujuan yang ketat dari pihak PERURI dan perlunya pendampingan intensif bagi pimpinan fakultas agar proses pengajuan dokumen berjalan lancar.
Sebagai respons, pihak universitas terus berupaya meningkatkan infrastruktur server, menyempurnakan alur persetujuan, dan memperkuat kapasitas sumber daya manusia.
Rektor Unand, Efa Yonnedi, menyatakan bahwa kepercayaan dari Ditjen Dikti ini adalah bukti bahwa Unand berada di jalur yang tepat untuk mendukung transformasi digital nasional.
“Digitalisasi ijazah bukan sekadar inovasi, tetapi perlindungan masa depan lulusan. Sistem ini memastikan ijazah Unand diakui secara sah, aman, dan dapat diverifikasi kapan saja. Kami berharap praktik baik ini bisa menjadi inspirasi bagi perguruan tinggi lain,” pungkasnya.
Dengan perannya dalam forum nasional ini, Unand tidak hanya mengukuhkan posisinya sebagai pelopor kampus digital, tetapi juga sebagai mitra strategis pemerintah dalam membangun ekosistem pendidikan tinggi yang lebih transparan, efisien, dan berdaya saing global.
Inisiatif ini juga merupakan bagian dari Rencana Strategis Unand 2025-2029 untuk mewujudkan sistem manajemen dan budaya kerja yang solid. (ren/rel)
