Ia menambahkan, pemerintah juga perlu meningkatkan kualitas komunikasi publik, baik di parlemen maupun di eksekutif, untuk mencegah gejolak sosial. “Komunikasi yang buruk bisa memicu kesalahpahaman, bahkan berujung pada demonstrasi anarkis,” katanya.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh praktisi hukum, Yamin Nasution. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum harus dijalankan secara adil dan konsisten agar tidak menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
“Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Hukum tidak boleh berpihak. Tempatkan hukum sebagai solusi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” tegas Yamin.
Selain itu, Yamin mengingatkan pentingnya mengedepankan nilai-nilai agama dan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, nilai tersebut dapat menjadi fondasi kokoh agar masyarakat tidak mudah dibenturkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Diskusi publik ini menjadi peringatan bahwa persoalan disinformasi bukan sekadar soal teknologi atau media sosial, tetapi juga berkaitan erat dengan tata kelola komunikasi, budaya hukum, serta kedewasaan masyarakat dalam menyaring informasi.
Dengan semakin pesatnya arus digitalisasi, publik diharapkan dapat membangun literasi media yang kuat, sementara pemerintah dan lembaga hukum dituntut untuk menegakkan aturan secara adil. Sinergi semua pihak diyakini menjadi kunci menjaga persatuan bangsa dari ancaman disinformasi. (*/rom)
