Dikatakan Satrio, penulisnya turun ke lokasi, wawancara, apa sih yang terjadi. Tidak hanya menerima informasi di belakang meja. Buku ini habis-habisan menyajikan data, sangat informatif, diobrak-abrik, dikupas habis, sangat detil. Sehingga kerja keras mengumpulkan bahan dari berbagai sumber, data, fakta, foto, layak diapresiasi. Buku ini bisa bernilai sejarah, bisa menjadi penelitian sosial dalam menyikapi peristiwa sosial.
Rahmat Tuanku Sulaiman menyebutkan, buku ini bisa jadi pembelajaran bagi semua pihak dari peristiwa Nia. Bagaimana perhatian keluarga terhadap anak-anak perempuan, pengambil kebijakan, dan stakeholder di masyarakat. Buku ini sejarah peristiwa sosial yang didengar, dilihat, dibaca, dirasakan dan dicatat oleh Armaidi Tanjung. Penulisnya, ingin cerita Nia disajikan lebih komprehensif. Yang biasa menjadi luar biasa, membesarkan orang biasa dan bisa menokohkan orang biasa. Penting juga menulis orang biasa. “Ingat kronologis Qabil membunuh Habil, menjadikannya peristiwa pembunuhan pertama dalam sejarah manusia. Peristiwa pembunuhan itu ditulis dan diabadikan dalam Alqur’an. Sehingga sampai hari ini dan sampai hari kiamat, tercatat, dibaca orang. Itulah kekuatan suatu peristiwa yang ditulis,” kata Rahmat yang juga Ketua Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Padang Pariaman ini.
Sastri Bakry menyebutkan, Armaidi, Sekretaris SatuPena Sumbar, wartawan senior yang terus berkarya. Ia tak banyak bicara, tetapi karyanya terus bermunculan. Banyak pujian atas apa yang sudah dilakukannya terhadap buku ini. Ia melakukan penelitian terhadap buku ini secara mandiri. Ketiga pembicara sepakat buku ini mengangkat orang kecil menjadi besar karena peristiwa naas yang dialaminya dan semua fakta terdokumentasi dengan baik. Meski buku ini dipuji tetapi kritikan pun muncul. Memang tafsir buku akan beragam. Di situlah uniknya sebuah karya, multi tafsir. “Banyak hal yang terungkap dalam buku yang tak banyak diketahui orang lain fakta sesungguhnya. Armaidi melengkapi semua data yang ada. Silahkan baca, jika penasaran,” kata Sastri Bakry.
SatuPena tak pernah berhenti berkarya di bidang literasi hingga ke luar negeri. Perkumpulan Penulis ini konsisten mempromosikan karya anggotanya yang semakin banyak, untuk didiskusikan bahkan sampai ke iven yang mendunia, tutur Sastri mengakhiri. Diskusi dipandu moderator Siska Saputri dengan tanya jawab peserta, diakhiri ucapan terima kasih dari penulis buku Armaidi Tanjung dan menjawab sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada penulis. (efa)















