Pilihan Perppu: Jalan Pintas Konstitusional
Jika DPR terus memperlambat pembahasan, maka tidak ada pilihan lain selain Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Perampasan Aset. Konstitusi sudah memberi ruang: Pasal 22 UUD 1945 menyatakan Presiden dapat mengeluarkan Perppu jika ada kegentingan yang memaksa. Dan bukankah kebocoran triliunan rupiah uang rakyat akibat kejahatan ekonomi adalah kegentingan yang nyata?
Perppu ini tetap harus dibawa ke DPR untuk mendapat persetujuan. Namun, di titik ini publik bisa menilai dengan terang benderang: siapa saja anggota DPR yang benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat, dan siapa yang justru bersembunyi di balik dalih prosedural untuk melindungi kepentingan tertentu.
Antara Reformasi Hukum dan Ujian Politik
RUU Perampasan Aset bisa menjadi tonggak besar reformasi hukum Indonesia. Tetapi ia juga menjadi ujian politik: apakah negara ini serius memberantas korupsi sampai ke akar ekonominya, atau hanya berhenti pada retorika?
Jika DPR bersedia, mari segera sahkan RUU ini dengan jaminan due process of law, pengawasan publik, serta mekanisme transparansi digital agar hasil rampasan kembali ke APBN dan digunakan untuk rakyat. Namun jika DPR lamban, Presiden harus segera bertindak dengan Perppu. Jangan biarkan proses politik yang bertele-tele terus menjadi alibi untuk melestarikan impunitas.
Pada akhirnya, rakyat akan mencatat. Dan rakyat berhak menilai: siapa yang benar-benar pro terhadap pemberantasan korupsi, dan siapa yang diam-diam menjadi penghalang. (**)









