Amri Ismael, salah seorang petani bawang merah di Alahan Panjang Kabupaten Solok menerapkan electrifying agriculture dengan menggunakan cahaya lampu yang dikenal dengan light trap. Dalam penerapannya, Amri menaruh air dalam ember yang di atasnya dipasang lampu 6 watt untuk menerangi. Tujuannya agar serangga dan hama pemakan bawang berkumpul di bawah lampu dan jatuh ke air dalam ember.
Ada 62 unit light trap dipasang di lahan yang ditanami bawang miliknya. “Ini tindakan untuk mencegah hama menyerang tanaman bawang. Dengan cara ini, kami bisa menghemat penggunaan pestisida,” jelasnya.
Penggunaan pestisida pada tanaman bawang merah selama ini menjadi salah satu komponen biaya produksi tertinggi. Namun, dengan adanya perangkap hama elektrik, penggunaan insektisida dapat ditekan hingga lebih dari 50 persen.
Selain light trap, Amri juga memanfaatkan teknologi sprinkle untuk penyiraman, terutama saat musim kemarau dan kabut. “Kabut adalah musuh terbesar tanaman bawang di dataran tinggi. Dengan sprinkle, kami bisa mengurangi penggunaan fungisida karena jamur tidak tumbuh di daun,” tambahnya. Termasuk juga penggunaan lampu sorot pada tanaman bawang yang dapat mempercepat proses fotosintesis pada bawang sehingga bisa mempercepat masa panen. Penerapan electrifying agriculture juga bermanfaat meningkatkan produksi komoditi buah naga di Kabupaten Solok. Seperti yang telah dilakukan Agus Susiloadi, petani buah nagar di Aripan Bawah Kabupaten Solok.
Agus mengungkapkan dirinya memiliki 1.200 rumpun batang tanaman buah naga. Dengan penerapan electrifying agriculture, satu rumpun bisa menghasilkan 30 sampai 50 buah naga. Penerapan electrifying agriculture sangat sederhana. Dirinya menerangi tanaman buah naga dengan cahaya lampu pada malam hari. Dengan penerangan cahaya lampu, berdampak mempercepat munculnya bunga yang menjadi cikal bakal buah naga. “Bahkan setelah panen rumpun buah naga diberi cahaya selama 21 hari, muncul lagi bunga dalam seminggu. Bahkan batang yang tua saja jika diberi cahaya lampu bisa berbunga kembali,” ungkapnya.
Ide memasang cahaya lampu pada malam hari ini ditemukannya secara tidak sengaja. Awalnya dirinya memasang cahaya lampu hanya untuk mengawasi dan mencegah tanaman buah naga di lahannya tidak dimasuki maling. “Kita jaga buah naga kita agar jangan masuk maling. Setelah pasang lampu, yang terjadi justru keluar bunga buah naganya banyak. Makanya kita berinisiatif memasukan listrik untuk menambah cahaya lampu,” ucapnya.
Agus mengungkapkan untuk menerangi rumpun batang buah naga di atas lahan seluas satu hektar, dirinya memasang 4 panel listrik. “Satu panel saja bisa menghasilkan 1,5 ton buah naga. Sebelum dipasang cahaya lampu hanya bisa menghasilkan panen 500 kilogram buah naga saja sudah berat,” ungkapnya.
Agus mengakui dirinya sudah lima tahun lebih menggunakan cahaya lampu untuk meningkatkan produksi buah naga miliknya. Namun saat ini dirinya dihadapkan pada musim kemarau sejak bulan Maret. “Masalah sekarang curah hujan kurang. Saya belum punya stok air. Muncul bunga lalu kering. Bahkan sekarang muncul penyakit cacar pada buah naga. Satu-satunya cara mengatasi dengan menyiram tanaman buah naga di waktu musim kering ini,” ungkapnya. (fan)
















